KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Harga minyak West Texas Intermediate (WTI) untuk kontrak pengiriman Maret 2019 di New York Merchantille Exchange menanjak teratur sejak Kamis (24/1). Melanjutkan pergerakan pada Jumat (25/1) pukul 17: 05 WIB, harga minyak WTI terpantau berada di level US$ 53,39 per barel. Sementara pada penutupan perdagangan pasar spot sebelumnya, harga minyak berada di level US$ 53,13 per barel. Dengan demikian, hingga Jumat, harga minyak sudah meningkat sebanyak 1,16% atau sekitar 0,62 poin. Analis Asia Trade Point Futures Deddy Yusuf Siregar mengatakan, adanya ketegangan baru antara Amerika Serikat (AS) dan Venezuela terkait kondisi politik Venezuela memberi imbas pada kenaikan harga minyak. Presiden Venezuela Nicolas Maduro, memutus hubungan diplomatik dengan Amerika Serikat setelah Donald Trump mengakui Ketua DPR Venezuela John Guidao sebagai presiden sementara.
Keadaan bertambah panas setelah China dan Rusia menunjukkan dukungannya kepada Moduro. “Tak menutup kemungkinan AS akan memberlakukan sanksi ekspor minyak kepada Venezuela selaku anggota
Organization of the Petroleum of Exporting Countries (OPEC),” ujar Deddy pada Jumat (25/1). OPEC sendiri sudah memutuskan memangkas besaran produksi minyak sejak Desember 2018 sebanyak 1,2 juta barel per hari (bph). Dengan ketegangan ini, bisa saja pasokan minyak global terbatas dan makin mengerek harga minyak WTI. Produksi minyak Venezuela sendiri didominasi oleh minyak mentah berat yang membutuhkan proses pengilangan mendalam. Minyak tersebut seringkali dicampur dengan minyak mentah ringan untuk menghasilkan produk bernilai tambah. Deddy menyaranakan untuk memerhatikan pernyataan lembaga Administrasi Informasi Energi atau
Energy Information Administration (EIA) bahwa persediaan minyak mentah AS meningkat 14 juta barel per hari. “Biasanya jika persediaan melimpah, akan berdampak negatif untuk harga minyak. Namun kali ini tidak berdampak. Artinya, pasar lebih memperhatikan ketegangan antara AS dengan Venezuela,” tambah Deddy. Di sisi lain, pasar juga menanti hasil perundingan dagang antara China dan AS di pekan depan. Jika AS batal memberlakukan bea impor sebesar 10% bagi semua barang China, ada kemungkinan harga komoditas lainnya akan
rebound. Melihat hal tersebut, Deddy memprediksi kenaikan harga minyak akan terus berlanjut sampai pekan depan. Secara teknikal, harga WTI di atas Moving Average (MA) 50, di bawah 100 dan 200. “Artinya secara jangka pendek ada potensi untuk menguat,” jelasnya. Secara
stochastic harga minyak berada di area 25, lalu RSI di area 58, sementara MACD ada di area positif. Untuk hari Senin (28/1), rentang harga minyak WTI akan bergerak di area US$ 54,40 per barel – US$ 51,90 per barel. Sementara pergerakan sepekan, harga minyak diprediksi akan berada di kisaran US$ 55,70 per barel – US$ 51,40 per barel. Sementara analis Monex Investindo Futures Faisyal melihat kenaikan harga minyak dunia ini, selain disebabkan oleh ketegangan antara AS dan Venezuela, juga akibat dari pelemahan dollar AS yang terjadi beberapa hari terakhir. “ini juga terkait dengan berlarutnya
government shutdown di AS yang sudah 34 hari lamanya,” jelasnya.
Simpang siur pertemuan antara AS dengan China yang batal, juga berkorelasi dengan melambatnya permintaan minyak mentah dari China. Untuk proyeksi pada Senin (28/1) mendatang, Faisyal melihat harga minyak tidak akan mengalami kenaikan lagi. Secara teknikal, harga minyak berada di bawah
Moving Average (MA) 50 dan 100, indikator MACD berada di level 50,80, RSI berada di level 59,21, dan stochastic berada di level 52,80. Untuk harga minyak di hari Senin, Faisyal memprediksi akan bergerak di kisaran US$ 51,80 per barel – US$ 55,70 per barel. Sementara untuk rentang harga minyak dalam sepekan, dirinya nelihat kisaran harga minyak berada di area US$57,00 per barel – US$ 49,00 per barel. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Noverius Laoli