KONTAN.CO.ID – BALI. Prospek positif terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (
IHSG) pada akhir tahun ini masih ditunggu. Bahkan analis melihat IHSG masih bisa melaju dan tembus level 7.000 pad akhir tahu 2023 nanti. Namun investor juga perlu memerhatikan sejumlah sektor pendorong dan pemberat IHSG pada sisa tahun ini. Sucor Sekuritas misalnya memproyeksikan IHSG akan berada di level 7.200 sampai akhir tahun atau kuartal IV-2023.
Menurut CEO Sucor Sekuritas Bernadus Setya Ananda Wijaya, ada beberapa saham yang berpotensi menjadi pendorong IHSG hingga akhir tahun.
Baca Juga: Cermati Sektor Pendorong dan Pemberat IHSG pada Kuartal IV 2023 Ia mengatakan, saham perbankan masih akan penggerak utama indeks. Emiten perbankan memiliki pertumbuhan
earnings per share (EPS) yang cukup bagus. Ada juga sektor energi baru terbarukan (EBT) yang sedang digandrungi saat ini, walaupun valuasi sahamnya sudah cukup mahal. Selain bank dan EBT, saham sektor pertambangan juga bisa menjadi pendorong kenaikan IHSG. Salah satunya tercermin dari kenaikan saham PT Amman Mineral Internasional Tbk (
AMMN) yang saat ini sudah menjadi saham dengan kapitalisasi pasar (market caps) terbesar kelima di Bursa Efek Indonesia (BEI). Di sisi lain, saham berbasis teknologi masih akan menjadi pemberat IHSG di sisa tahun ini, sejalan dengan masih tingginya suku bunga bank sentral di sejumlah negara. “Ketika era suku bunga cukup tinggi, tentu saja yang paling dirugikan sektor teknologi,” kata Bernadus saat ditemui di The Ritz-Carlton Nusa Dua, Bali, Sabtu (7/10). Bernadus mengatakan, ada sejumlah faktor yang mempengaruhi IHSG di sisa tahun ini, salah satunya ketidakstabilan politik menjelang masa kampanye pemilihan umum (pemilu) di Oktober.
Baca Juga: Sucor Sekuritas Proyeksi IHSG Capai Level 7.200 di Akhir 2023 “Juga mempertimbangkan faktor yang tidak bisa diperkirakan sekarang hingga nanti Februari 2024, belum lagi jika nanti ada (Pilpres) putaran kedua,” sambung dia. Bernadus menilai, secara historis menjelang siklus pemilu, pasar ekuitas akan cenderung sepi dan cenderung
sideways. Terlebih, ketika pemilu digelar untuk memilih presiden yang baru, ketidakstabilan cenderung akan lebih tinggi dibandingkan bila terdapat calon petahana (
incumbent). Sebab, presiden yang baru nantinya akan memiliki kebijakan yang berbeda dengan presiden sebelumnya, misal terkait kebijakan strategis seperti energi baru terbarukan (EBT) dan hilirisasi komoditas.
“Pemilu kita kali ini calon presidennya baru, jadi ketidakstabilannya cukup tinggi sehingga mempengaruhi keputusan investor untuk masuk ke saham,” kata dia.
Baca Juga: Proyeksi IHSG dan Rekomendasi Analis Untuk Perdagangan Senin (9/10) Bernadus melihat, salah satu sektor yang akan diuntungkan adalah sektor barang konsumsi (consumer), seiring dengan meningkatnya konsumsi saat kampanye politik. Selain consumer, emiten media juga akan diuntungkan karena melonjaknya belanja iklan untuk kampanye menjelang pemilu. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Noverius Laoli