Analis: Pasar menanjak jika peluang Jokowi positif



JAKARTA. Meski tak ikut dalam pertarungan secara langsung, dalam pemilihan calon presiden (capres) dan wakil presiden (cawapres), para ekonom dan analis turut cemas. Sebab, isu politik dan perkembangan arah koalisi ikut menentukan pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dan nilai tukar rupiah mendatang.Dua indikator ini menentukan langkah yang akan diambil dalam hal investasi maupun keputusan bisnis. Kepala riset Universal Broker Indonesia Satrio Utomo mengatakan, pasar cenderung memilih Joko Widodo yang diusung PDI Perjuangan, untuk terpilih sebagai presiden ketimbang Prabowo Subianto, dari partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) ataupun Abu Rizal Bakrie dari partai Golkar.Satrio bilang, pasar akan begerak negatif jika peluang Jokowi terpilih semakin mengecil. Justru sebaliknya, reaksi pasar akan bergairah jika calon presiden yang kini menjabat sebagai gubernur DKI Jakarta non aktif ini peluangnya membesar. "Itu terlihat dari beberapa minggu terakhir, ketika sejumlah calon wakil presiden coba dipasangkan dengan Jokowi," ujar Satrio, Minggu (18/5).Dalam beberapa pekan terakhir, Jokowi memang santer terdengar akan dipasangkan dengan Jusuf Kalla dan Abraham Samad. Dari kedua kandidat cawapres tersebut menurut Satrio yang paling mendapat sambutan pasar adalah JK. Sebab, JK diusung oleh partai di luar PDI Perjuangan, yaitu partai Kebangkitan Bangsa (PKB).Selain itu, JK juga merupakan kader partai Golkar. Jika ada cawapres dari luar PDI Perjuangan, maka peluang Jokowi menang akan membesar. Sebab, jika harus berjuang sendirian PDI Perjuangan diyakini sulit memenangkan kompetisi merebut RI 1. Nah, jika peluangnya menyempit maka reaksi pasar jelas akan negatif.Logika yang sama terjadi jika peluang padangan lainnya yang lebih berpeluang menang. Pasangan Prabowo-Hatta Rajasa misalnya, jika semakin kencang maka reaksinpadar akan negatif.

Satrio melihat, untuk jangka pendek, hingga pemilihan presiden dan wakil presiden berakhir pergerakan IHSG dan rupiah masih akan flat. Untuk rupiah misalnya, akan tetap bergerak di level Rp 11.000 per dollar AS.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Editor: Sanny Cicilia