KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kemilau emas belum kunjung bersinar, bahkan makin hari makin redup. Tengok saja pergerakan harganya, pada awal Maret kemarin, emas spot sempat menyentuh level US$ 2.050,76 per ons troi. Namun, selepas itu, harganya terus bergerak turun. Merujuk Bloomberg, pada hari ini, Senin (1/8), harga emas spot berada di level US$ 1.757,3 per ons troi. Jika dihitung sejak posisi tertingginya di awal Maret, maka koreksi yang terjadi di emas dunia telah mencapai 14,31%. Analis Global Kapital Investama Alwi Assegaf menyebutkan, kenaikan suku bunga global menjadi biang keladi terkoreksinya harga emas. Ia menjelaskan, naiknya suku bunga telah memicu kenaikan dolar Amerika Serikat (AS) dan
yield US Treasury. Pada akhirnya, investor pun menjauhi emas karena tidak menawarkan imbal hasil dan perlu tambahan biaya penyimpanan.
“Tak hanya itu, bagi para pemegang non-dolar AS, harga emas juga semakin mahal seiring dengan menguatnya dolar AS di hadapan mata uang lainnya,” jelas Alwi ketika dihubungi Kontan.co.id, Senin (1/8).
Baca Juga: Harga Emas Pegadaian Bergerak Stabil di Awal Pekan Ini, Senin (1/8) Sementara itu, kenaikan harga komoditas energi yang telah memicu terjadinya kenaikan inflasi tinggi juga tidak menjadi katalis positif bagi emas. Alwi menilai, tingkat inflasi yang tinggi pada akhirnya hanya akan memicu bank sentral lebih agresif menaikkan suku bunga. Harga emas pun sulit menguat di tengah tekanan berbagai sentimen tersebut. Sementara analis Monex Investindo Futures Andian Wijaya meyakini, sentimen yang bisa mengakhiri koreksi harga emas adalah ketika The Fed sudah tidak lagi menaikkan suku bunga secara agresif dalam setiap pertemuan. Di satu sisi, inflasi Amerika Serikat (AS) yang masih cukup tinggi nantinya bisa menopang harga emas sebagai aset lindung nilai dari inflasi. “Secara jangka panjang, emas juga tetap menarik dikoleksi, terlebih dengan pertimbangan bahwa resesi ekonomi global akan terjadi dan konflik geopolitik Rusia-Ukraina belum akan berakhir dalam waktu dekat,” imbuh Andian. Lebih lanjut, Andian menyebut level beli harga emas berjangka dapat dilakukan selama masih bertahan di bawah US$ 1.800 per ons troi. Namun, untuk level terbaik untuk menambah posisi emas adalah ketika harganya berada di rentang US$ 1.962 - US$ 1.722 per ons troi. Dengan mempertimbangkan kenaikan suku bunga The Fed tidak akan seagresif dua pertemuan terakhir, serta konflik Rusia-Ukraina masih berlanjut dan kekhawatiran resesi ekonomi menguat, ia memproyeksikan harga emas akan di kisaran US$ 1.850 pada akhir tahun 2022.
Baca Juga: Gas Alam Jawara Komoditas Bulan Juli, Emas dan Batubara Masih Prospektif Sedangkan Alwi meyakini tahun ini masih akan cukup sulit untuk emas, akan tetapi tahun 2023 berpotensi memiliki
outlook yang lebih baik. Pada tahun depan, diproyeksikan suku bunga tidak akan naik lagi, bahkan sangat mungkin untuk dipangkas. Hal ini bisa memicu koreksi dolar AS dan
yield US Treasury yang pada akhirnya bisa untungkan emas. Secara fundamental, emas juga didukung oleh mulai menguatnya indikasi terjadinya resesi global. Hal ini tercermin dari PDB AS yang sudah kontraksi pada dua kuartal berturut-turut, serta data PMI di zona Euro dan China yang alami perlambatan. “Ini menunjukkan sinyal-sinyal perlambatan ekonomi yang pada akhirnya bisa angkat harga emas di tahun depan. Kemungkinan, harga emas akan berada di kisaran US$ 1.750 - US$ 1.950 per ons troi di 2023,” tutup Alwi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Tendi Mahadi