Analis sarankan hold saham JPFA dan CPIN, kenapa?



KONTAN.CO.ID - Pembatasan keran impor jagung, membuat harga komoditas ini naik. Hal ini menjadi angin segar bagi petani, namun bagi pengusaha artinya ada kenaikan biaya produksi.

Beberapa emiten pakan ternak menggunakan jagung sebagai bahan baku utama mereka. Bagaimana pengaruh terhadap prospek emiten ini ke depan? Salah satu emiten ternak yakni PT Charoen Pokhpand Indonesia Tbk (CPIN). Bila menilik laporan keuangan perusahaan, pendapatan pada semester 1-2017 memang tumbuh 30,7% (YoY). Namun dari sisi laba bersih emiten, turun 12,02% (YoY). CPIN mencatatkan laba bersih Rp 1,52 triliun pada paruh pertama tahun ini. Reza Priyambada analis Binaartha Parama Sekuritas menyatakan biaya bahan baku memegang kontribusi paling besar diantara biaya lainnya. Kinerja emiten poultry bisa tertekan bila kenaikan tersebut dirasa signifikan.

"Harus dilihat dulu seberapa besar harga kenaikannya," ujar Reza kepada KONTAN, Kamis (7/9). Menurutnya, untuk penjualan dinilai tidak banyak mengalami perubahan. Pasalnya juga diimbangi dengan kenaikan daya beli. Namun, akan berpengaruh ke laba bersih lantaran ada kenaikan nilai beban pokok penjualan.


Dia menilai untuk menaikan harga jual juga ada pertimbangan, karena masyarakat sensitif terhadap harga.

"Opsi menaikan harga ada, tapi harus berhati-hati, harus diimbangi dengan perluasan area jual, untuk meningkatkan volume penjualan," imbuhnya. Dalam menghadapi resiko harga komoditas, manajemen CPIN menggunakan formula untuk memungkinkan penggunaan bahan baku pengganti. Diantaranya tanpa mengurangi kualitas produk yang dihasilkan dan mengalihkan kenaikan harga pada pelanggan.

Selain itu, manajemen juga melakukan kontrak berjangka komoditas. Yakni dengan melakukan pembelian pada saat harga murah mengacu pada rencana produksi. Emiten lain dalam bursa, yakni PT Japfa Comfeed Indonesia Tbk (JPFA) juga terimbas kenaikan harga jagung. Emiten ini pada semester 1-2017 mencatatkan pertumbuhan laba bersih 4,36% menjadi Rp 14,13 triliun.

Tak berbeda jauh dengan CPIN, bottom line JPFA juga tertekan. Pada semester 1-2017, laba bersih JPFA turun 49,45% menjadi Rp 487,36 miliar. Staretgi JPFA dalam mengurangi resiko komoditas juga sama dengan CPIN. Yakni dengan menggunakan formula yang memungkinkan menjadi bahan baku pengganti.

Yakni, tanpa mengurangi kualitas produk yang dihasilkan. JPFA juga mengawasi tingkat persediaan dengan melakukan kontrak pembelian pada saat harga murah. Reza merekomendasikan hold saham CPIN dengan target harga 2.950, dan merekomendasikan hold saham JPFA dengan target harga 1.270.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Dessy Rosalina