Analis: Sinyal stimulus tak cukup topang harga minyak



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sinyal peluncuran stimulus ekonomi dari China dan Jerrman, diperkirakan tak cukup kuat untuk mendorong harga minyak terus menanjak hingga akhir tahun. Mengingat, besarnya tekanan yang ditimbulkan dari sentimen supply dan demand.

Sebagaimana diketahui, sebagai bentuk antisipasi dampak perlambatan ekonomi dan perang dagang, China dan Jerman berencana untuk menggelontorkan beberapa paket stimulus di 2019. Seiring kondisi tersebut, harga minyak sempat menanjak naik, begitu juga hari ini (22/8).

Mengutip Bloomberg, harga minyak west texas intermediate (WTI) untuk pengiriman Oktober 2019 di New York Mercantile Exchange sukses menguat sebanyak 0,79% ke level US$ 56,12 per barel. 


Baca Juga: Empat nama kandidat Dirjen Migas bersaing ketat, siapa saja mereka?

Analis Asia Trade Point Futures Deddy Yusuf Siregar menjelaskan, stimulus yang dicanangkan kedua negara tersebut jadi salah satu jalan untuk merangsang pertumbuhan permintaan minyak global. Hanya saja, meningkatnya ketidakpastian saat ini dinilai masih jadi penghambat kenaikan harga minyak dunia.

"Ini tercermin dalam empat sesi perdagangan terakhir, di mana harga minyak masih bergulir dalam area konsolidasi," ungkap Deddy kepada Kontan, Kamis (22/8).

Untuk itu, Deddy memperkirakan pergerakan harga minyak hingga akhir tahun belum akan bergerak jauh dari rentang harga US$ 55 per barel hingga US$ 57 per barel. Sedangkan untuk level support berada di kisaran US$ 52 per barel hingga US$ 50 per barel.

Baca Juga: Pertamina EP: Program well-service berdampak positif pada produksi

Secara teknikal, pergerakan harga minyak dunia juga masih cenderung bearish. Di mana sentimen antara permintaan dan penjualan masih jadi perhatian utama, sekaligus penggerak utama harga minyak. 

Apalagi, naiknya harga minyak selalu datang dari ketegangan di Timur Tengah. Sehingga, Asia Trade Point Futures menilai proyeksi menyusutnya permintaan tetap menjadi sentimen negatif bagi harga minyak. "Sulit saat ini untuk keluar dari sentimen tersebut," tandasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Handoyo .