Analis was-was, IHSG sepertinya sulit ke 6.000



JAKARTA. Di tengah posisi pelaku pasar yang mengambil posisi jangka pendek seiring sentimen Federal Open Market Committee (FOMC), justru mulai muncul isu dari kondisi makro dalam negeri. Sayangnya isu tersebut cenderung negatif.

Asing mulai memperhatikan utang pemerintah dan penerimaan pajak. "Ini yang harus menjadi catatan khusus," imbuh Aditya Perdana Putra, analis Semesta Indovest, Rabu (26/7).

Utang yang terus membesar itu memang dialokasikan untuk tujuan produktif seperti pembangunan infrastruktur. Infrastruktur yang dibangun juga memang semakin ramai.


Tapi, aktivitas tersebut belum memberikan efek hingga ke sektor yang lebih mikro. Kondisi ini tercermin dari daya beli masyarakat yang masih rendah. Rendahnya daya beli masyarakat bisa terlihat dari sektor industri ritel dan properti yang masih cenderung tertekan.

Aditya mengatakan, masih cukup optimistis indeks menuju level 6.000 hingga akhir tahun ini. "Tapi, agak was-was juga, kalau break 5.600 dengan cepat, agak sulit menembus 6.000," ujarnya.

Oleh sebab itu, faktor fiskal seperti utang pemerintah, inflasi, pelemahan kurs, ekspor-impor Indonesia serta pertumbuhan ekonomi Indonesia masih menjadi faktor utama yang harus diperhatikan. Jika hasilnya bagus maka bisa positif dan begitu pula sebaliknya.

Makro dalam negeri harus sepenuhnya kuat. Hal ini dibutuhkan untuk mengkompensasi jika ternyata Janet Yellen memberikan sikap hawkish dalam rapat tersebut.

Apabila hawkish, indeks berpeluang besar untuk tertekan. Sebab, dana asing akan deras keluar. "Untuk daily trend, IHSG masih dalam keadaan bullish, kecuali jika menyentuh di bawah level 5.700," ujar M. Nafan Aji, analis Binaartha Parama Sekuritas.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Yudho Winarto