Anas: Harus dibedakan fitnah dan fitness



JAKARTA. Mantan Ketua Fraksi Partai Demokrat, Anas Urbaningrum, dijadwalkan bersaksi pada sidang keenam kasus dugaan korupsi pengadaan e-KTP.

Sidang digelar di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (6/4). Anas memastikan akan membeberkan fakta-fakta yang ia ketahui.

"Prinsipnya adalah saya akan membantu KPK untuk membedakan mana fakta, mana fiksi, mana cerita kosong dan mana keterangan yang benar. Mana fitnah dan mana yang fitness," ujar Anas, di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis.


Anas juga menyiapkan sejumlah dokumen sebagai bukti pernyataan yang akan disampaikannya di persidangan.

Dalam dakwaan, disebut bahwa Anas menerima US$ 500.000 untuk kepentingan Kongres Partai Demokrat di Bandung pada 2010. Anas membantah pemberian tersebut.

Soal uang untuk kongres, kata Anas, sudah ada pembuktiannya dalam kasus korupsi proyek Hambalang.

"Soal kongres kan ada sidangnya sendiri. Satu peristiwa masa ada dua cerita," kata Anas.

Ia mengatakan, penegak hukum bisa dengan jelas membedakan mana keterangan yang fakta, dan keterangan yang karangan semata.

Anas memastikan, tak ada aliran uang dari korupsi proyek e-KTP yang mengalir kepadanya. "Daun jambu saja tidak ada, apalagi aliran uang," kata Anas.

Anas juga mengaku tak kenal dengan pengusaha Andi Agustinus alias Andi Narogong.

Padahal, dalam dakwaan dan menurut kesaksian mantan Bendahara Umum Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin, Anas kerap bertemu Andi untuk membahas proyek e-KTP.

Bahkan, Andi selalu melaporkan kepada Anas soal rincian pembagian uang kepada anggota DPR RI.

"Saya kenal, punya teman namanya Andi juga. Tapi bukan Andi Narogong," kata dia.

Banyak pihak yang disebut dalam dakwaan telah menerima dana hasil korupsi e-KTP tahun 2011-2012. DPR RI menyepakati anggaran proyek e-KTP sesuai grand design 2010, yaitu Rp 5,9 triliun.

Dari anggaran itu, sebesar 51% atau Rp 2,662 triliun digunakan untuk belanja modal atau belanja riil pembiayaan proyek e-KTP.

Sedangkan 49% atau sebesar Rp 2,558 triliun dibagi-bagi ke sejumlah pihak, termasuk anggota Komisi II DPR RI dan Badan Anggaran DPR RI.

Dalam dakwaan, Anas disebut menerima 11% dari anggaran tersebut atau Rp 574,2 miliar.

Setelah itu, Anas kembali mendapat bagian dari pembagian uang dari Andi agar Komisi II dan Badan Anggaran DPR RI menyetujui anggaran untuk proyek pengadaan dan penerapan e-KTP.

Anas mendapatkan US$ 500.000 yang digunakan untuk biaya akomodasi kongres Partai Demokrat di Bandung.

Pada Oktober 2010, Andi kembali memberi uang US$ 3 juta kepada Anas. Pemberian uang berikutnya kepada Anas dilakukan sekitar Februari 2011 sebesar Rp 20 miliar. (Ambaranie Nadia Kemala Movanita)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Barratut Taqiyyah Rafie