JAKARTA. PT Barito Pacific Tbk (BRPT) makin gesit menggelar ekspansi. Setelah mengubah haluan bisnis dari usaha perkayuan ke petrokimia pada medio 2007, BRPT terus menggenjot kapasitas produksinya. Maklum, permintaan bahan baku plastik berupa polypropylene dan polyethylene semakin deras. Otomatis, BRPT menggenjot kapasitas produksi anak usahanya, PT Tri Polyta Indonesia Tbk (TPIA). Produsen bahan baku plastik ini akan mengerek kapasitas dari 360.000 metrik ton (MT) menjadi 480.000 MT per tahun. "Peningkatan kapasitas produksi memakan waktu 18 bulan," kata Senior Vice President Investor Relations BRPT, Agustino Sudjono, beberapa waktu lalu. Jadi, target kapasitas produksi baru terealisasi kuartal pertama 2011. Analis Ciptadana Securities, Syaiful Adrian menilai, langkah BRPT menggenjot kapasitas produksi sangat tepat meski relatif terlambat. Maklum, permintaan bahan baku plastik terus naik. "Sementara, utilisasi TPIA sudah lebih dari 90%," kata dia. Stabilnya harga komoditas tahun ini ikut menopang penjualan TPIA. Pergerakan harga minyak yang relatif stabil membuat TPIA mampu meraih margin penjualan tinggi. Berbeda dengan tahun lalu, saat harga minyak berfluktuasi, bisnis TPIA seret lantaran membeli bahan baku dengan harga tinggi. Sementara harga jual produknya rendah. Andri Zakarias Siregar, Analis Universal Broker Indonesia juga bilang, peningkatan kapasitas pabrik TPIA bisa mendongkrak kinerja BRPT. Sebab, permintaan bahan baku plastik semakin menanjak. Sedangkan Syaiful memprediksi, sampai akhir tahun ini pendapatan BRPT akan naik 9% menjadi Rp 20 triliun dengan laba bersih sebesar Rp 785 miliar. Padahal, tahun 2008 BRPT menderita rugi bersih Rp 3,3 triliun. Andri juga memprediksi, kinerja BRPT tahun ini akan membaik. Laba bersih bisa tembus Rp 700 miliar. Bantuan Chandra Asri Sayang, menurut Syaiful, kelangsungan industri ini pada tahun depan akan terancam jika pemerintah tidak melakukan proteksi. Jika perdagangan bebas ASEAN plus China jadi bergulir mulai tahun depan, maka produk bahan baku plastik buatan China akan membanjiri pasar domestik. Tentunya, dengan harga lebih miring. Lantaran kondisi itu, Syaiful memprediksi, pendapatan BRPT tahun depan tak jauh berbeda dari tahun ini di kisaran Rp 20 triliun. Laba bersihnya diprediksi Rp 500 miliar. Selain gempuran produk China, ongkos produksi BRPT membengkak di 2010. Di sisi lain, Syaiful menilai, rencana BRPT, melalui anak usahanya, PT Chandra Asri, menerbitkan obligasi US$ 250 juta untuk melunasi utang merupakan langkah tepat. Apalagi, rasio utang atau debt to equity ratio (DER) BRPT sekitar satu kali. Sehingga, tak bakal kesulitan menerbitkan obligasi. Jadi, kinerja BRPT tahun depan akan tertolong oleh Chandra Asri. Analis melihat harga saham BRPT masih murah, dengan price earning ratio (PER) sebesar 11,9 kali. Dus, kedua analis merekomendasikan beli saham BRPT. Syaiful memasang target harga Rp 3.100 per saham, dan Andri mematok Rp 1.500 per saham. Kemarin (28/12), harga saham BRPT naik 1,54% menjadi Rp 1.320 per saham.
Ancaman Bisnis BRPT dari Negeri Tirai Bambu
JAKARTA. PT Barito Pacific Tbk (BRPT) makin gesit menggelar ekspansi. Setelah mengubah haluan bisnis dari usaha perkayuan ke petrokimia pada medio 2007, BRPT terus menggenjot kapasitas produksinya. Maklum, permintaan bahan baku plastik berupa polypropylene dan polyethylene semakin deras. Otomatis, BRPT menggenjot kapasitas produksi anak usahanya, PT Tri Polyta Indonesia Tbk (TPIA). Produsen bahan baku plastik ini akan mengerek kapasitas dari 360.000 metrik ton (MT) menjadi 480.000 MT per tahun. "Peningkatan kapasitas produksi memakan waktu 18 bulan," kata Senior Vice President Investor Relations BRPT, Agustino Sudjono, beberapa waktu lalu. Jadi, target kapasitas produksi baru terealisasi kuartal pertama 2011. Analis Ciptadana Securities, Syaiful Adrian menilai, langkah BRPT menggenjot kapasitas produksi sangat tepat meski relatif terlambat. Maklum, permintaan bahan baku plastik terus naik. "Sementara, utilisasi TPIA sudah lebih dari 90%," kata dia. Stabilnya harga komoditas tahun ini ikut menopang penjualan TPIA. Pergerakan harga minyak yang relatif stabil membuat TPIA mampu meraih margin penjualan tinggi. Berbeda dengan tahun lalu, saat harga minyak berfluktuasi, bisnis TPIA seret lantaran membeli bahan baku dengan harga tinggi. Sementara harga jual produknya rendah. Andri Zakarias Siregar, Analis Universal Broker Indonesia juga bilang, peningkatan kapasitas pabrik TPIA bisa mendongkrak kinerja BRPT. Sebab, permintaan bahan baku plastik semakin menanjak. Sedangkan Syaiful memprediksi, sampai akhir tahun ini pendapatan BRPT akan naik 9% menjadi Rp 20 triliun dengan laba bersih sebesar Rp 785 miliar. Padahal, tahun 2008 BRPT menderita rugi bersih Rp 3,3 triliun. Andri juga memprediksi, kinerja BRPT tahun ini akan membaik. Laba bersih bisa tembus Rp 700 miliar. Bantuan Chandra Asri Sayang, menurut Syaiful, kelangsungan industri ini pada tahun depan akan terancam jika pemerintah tidak melakukan proteksi. Jika perdagangan bebas ASEAN plus China jadi bergulir mulai tahun depan, maka produk bahan baku plastik buatan China akan membanjiri pasar domestik. Tentunya, dengan harga lebih miring. Lantaran kondisi itu, Syaiful memprediksi, pendapatan BRPT tahun depan tak jauh berbeda dari tahun ini di kisaran Rp 20 triliun. Laba bersihnya diprediksi Rp 500 miliar. Selain gempuran produk China, ongkos produksi BRPT membengkak di 2010. Di sisi lain, Syaiful menilai, rencana BRPT, melalui anak usahanya, PT Chandra Asri, menerbitkan obligasi US$ 250 juta untuk melunasi utang merupakan langkah tepat. Apalagi, rasio utang atau debt to equity ratio (DER) BRPT sekitar satu kali. Sehingga, tak bakal kesulitan menerbitkan obligasi. Jadi, kinerja BRPT tahun depan akan tertolong oleh Chandra Asri. Analis melihat harga saham BRPT masih murah, dengan price earning ratio (PER) sebesar 11,9 kali. Dus, kedua analis merekomendasikan beli saham BRPT. Syaiful memasang target harga Rp 3.100 per saham, dan Andri mematok Rp 1.500 per saham. Kemarin (28/12), harga saham BRPT naik 1,54% menjadi Rp 1.320 per saham.