Ancaman deflasi menekan euro



JAKARTA. Nilai tukar euro melemah terhadap sejumlah mata uang utama. Tingkat inflasi Eropa yang di bawah target, semakin memicu kekhawatiran terjadinya ancaman deflasi.Mengutip Bloomberg, Senin (17/3) hingga pukul 18.00 WIB, pasangan EUR/USD turun 0,11% dibanding hari sebelumnya menjadi 1,3899. Lalu, pairing EUR/AUD juga turun 0,60% menjadi 1,5321. Hanya, euro menguat sebesar 0,32% versus JPY ke posisi 141,48.Analis PT Monex Investindo Futures, Daru Wibisono mengatakan, euro tertekan terhadap dollar AS, lantaran semakin rendahnya angka inflasi kawasan Eropa. Data inflasi Eropa per Februari (year on year) dirilis sebesar 0,7%. Angka ini di bawah perkiraan pasar sebesar 0,8%, sekaligus lebih rendah dibanding bulan sebelumnya (yoy), yakni 0,8%. Kata Daru, rendahnya angka inflasi ini semakin menjauhkan dari target inflasi Eropa yang sebesar 2%, dan memicu kekhawatiran terjadinya deflasi.Selain itu, kata Daru, pelemahan euro juga disebabkan faktor isu geopolitik di Ukraina. Hasil referendum menunjukkan, Crimea memilih bergabung dengan Rusia. Hasil referendum ini ditolak oleh negara Barat. Pro dan kontra hasil referendum ini memberikan sentimen negatif bagi mata uang berisiko tinggi, seperti euro.Daru menduga, euro masih berpotensi tertekan versus USD. Pasalnya, pelaku pasar masih menunggu rilis data produksi industri AS. Ekonom memprediksi, produksi industri per Februari tumbuh 0,1% dibanding bulan sebelumnya. "Jika sesuai ekspektasi, positif bagi USD, sehingga menambah tekanan pada euro," imbuh dia. Sementara, analis PT Harvest Investindo Futures, Tonny Mariano menilai, penguatan euro terhadap yen terjadi lebih karena adanya aksi profit taking. Pasalnya, pekan lalu,  JPY sudah menguat  versus EUR. Kata Tonny, pembalikan arah ini memanfaatkan sentimen sedikit meredanya konflik geopolitik di Ukraina pasca referendum pekan lalu.Menurutnya, meski Ukraina dan negara Barat tidak menyetujui hasil referendum, namun tidak menuju pada keterlibatan militer. "Sejauh ini masih relatif aman, belum ada berita negatif, misalnya seperti perang pasca referendum," ujar Tonny.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Editor: Dupla Kartini