KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Ancaman ketidakpastian ekonomi global yang kian nyata semakin mempengaruhi kinerja manfaktur Indonpsia. Aktivitas manufaktur dalam mengeri pada November 2022 terpantau menurun. S&P Global mencatat, Purchasing Manager's Index (PMI) Manufaktur atau indeks manufaktur Indonesia pada November 2022 berada di level 50,3, atau turun dibandingkan September 2022 yang sebesar 51,8. “Namun adanya kekhawatiran tentang perkiraan ekonomi, masih menghambat kepercayaan dalam bisnis secara keseluruhan. Tingkat ekspansi ini juga paling lambat dalam lima bulan dan hanya pada kisaran kecil,” dikutip dari laporan tersebut, Kamis (1/12).
Baca Juga: Laju Manufaktur Bisa Jalan Jika Daya Beli Tetap Terjaga Meski menurun, PMI Manufaktur Indonesia masih berada di level 50,0 atau konsisten dengan 15 bulan berturut-turut. Ini karena hambatan pasokan dan tekanan biaya sudah sedikit berkurang. Perbaikan kesehatan di sektor manufaktur Indonesia juga terus berlanjut, dan produksi yang meningkat karena adanya kenaikan permintaan. Namun demikian, tingkat pertumbuhan permintaan baru dan
output turun dari posisi Oktober dan hanya pada kisaran marginal. Economics Associate Director S&P Global Market Intelligence, Jingyi Pan dalam laporannya mengatakan, data PMI November mengungkap pertumbuhan sektor manufaktur Indonesia melambat pada pertengahan menuju kuartal IV. Menurutnya, perbaikan yang lambat di keseluruhan kondisi permintaan di tengah penurunan besar pada penjualan asing merupakan salah satu penyebab hilangnya momentum pertumbuhan. “Asal penurunan permintaan adalah kenaikan biaya yang terus terjadi. Meski inflasi harga kembali melambat pada bulan November, yang memberikan sedikit kelegaan bagi perusahaan manufaktur,” kata Jingyi Pan.
Baca Juga: Sejumlah Tantangan Ini Berpotensi Hambat Pertumbuhan Industri Manufaktur pada 2023 Namun demikian, Dia mengatakan, harga juga terus mengalami kenaikan karena perusahaan meneruskan biaya tambahan kepada konsumennya, yang mungkin memerlukan perhatian kebijakan moneter lanjutan dalam waktu dekat. Dari segi harga, biaya input terus naik pada seluruh sektor manufaktur di periode ini. Namun tingkat inflasi turun ke posisi terendah sejak bulan Desember 2020. Akan tetapi, kenaikan biaya sering berkaitan dengan kenaikan harga bahan baku dan BBM, sehingga mendorong pabrik untuk kembali menaikkan harga
output pada bulan November.
Selain itu, kondisi pertumbuhan produksi yang lambat dan permintaan yang turun, penumpukan pekerjaan juga mulai terbentuk kembali pada bulan November, meski hanya sedikit. Permasalahan pasokan juga berkontribusi terhadap akumulasi bisnis yang belum terselesaikan, ini karena waktu tunggu pesanan yang diperpanjang akibat kondisi cuaca buruk dan juga adanya hambatan pasokan. Lebih lanjut, pada November tingkat ketenagakerjaan terus mengalami peningkatan, meski pada kisaran marginal. Dikabarkan, perusahaan manufaktur akan melakukan memperluas kapasitas tenaga kerja mereka pada bulan November untuk menyesuaikan dengan pertumbuhan produksi. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Yudho Winarto