Ancaman Produk Impor Ilegal Masih Hantui Industri Keramik Nasional



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Industri keramik nasional masih menghadapi tantangan berupa maraknya peredaran produk impor ilegal atau tidak sesuai standar nasional Indonesia (SNI).

Baru-baru ini, Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan memimpin pemusnahan 4,57 juta produk keramik alat makan dan minum (tableware) dengan berbagai merek impor yang tidak sesuai ketentuan senilai Rp 79,90 miliar. Produk keramik impor ini ditemukan di gudang PT BTAC di Surabaya, Jawa Timur.

Produk keramik tersebut diketahui tidak memiliki Sertifikat Penggunaan Produk Tanda Standar Nasional Indonesia (SPPT-SNI), tidak ada penandaan (label), dan SNI pada sejumlah merek telah habis masa berlakunya.


Keramik tableware yang tidak sesuai standar dapat mengandung logam berat seperti timbal dan kadmium yang mampu larut ke dalam makanan dan minuman, sehingga membahayakan bagi kesehatan konsumen.

Baca Juga: Mendag Pimpin Ekspose Temuan 4,57 Juta Keramik Tak Sesuai Ketentuan Senilai Rp 79,9 M

“Maraknya peredaran produk keramik tableware impor yang tidak sesuai ketentuan berpotensi mengakibatkan kerugian bagi konsumen dari sisi kesehatan, keamanan, keselamatan, serta mengancam industri dalam negeri,” ungkap Zulkifli dalam siaran pers, Kamis (20/6).

Ketua Umum Asosiasi Aneka Industri Keramik Indonesia (Asaki) Edy Suyanto menyampaikan, langkah Kementerian Perdagangan yang memusnahkan keramik impor yang tidak sesuai standar sudah tepat demi menyelamatkan industri keramik nasional.

Asaki juga menilai, penerapan bea masuk yang tinggi untuk produk impor keramik sangat dibutuhkan sebagai upaya untuk menghadang praktik unfair business trade yang selama ini dikeluhkan oleh pelaku industri keramik dalam negeri.

Di samping itu, Asaki juga terus mendesak Kemendag yang diwakili Komite Anti Dumping Indonesia (KADI) untuk segera mengeluarkan hasil akhir penyelidikan praktik antidumping terhadap produk keramik asal China pada Juni 2024 dengan besaran di atas 100%.

Asaki mengaku Indonesia terus-menerus jadi sasaran impor produk keramik asal China yang dilakukan melalui praktik unfair trade. Hal ini terbukti berupa adanya subsidi ekspor dari Pemerintah China. Dalam catatan Kontan, Pemerintah China memberikan diskon pajak sebesar 14% kepada perusahaan keramik Negeri Tirai Bambu yang mengekspor produk ke Indonesia.

China juga menerapkan praktik dumping akibat kondisi kelebihan produksi dan pasokan keramik di sana. Ditambah lagi, China juga tidak bisa mengekspor keramik ke pasar utamanya seperti Uni Eropa, Timur Tengah, dan Amerika Serikat karena negara-negara tersebut menerapkan antidumping terhadap produk asal China. Alhasil, produk keramik China dialihkan ke Indonesia

“Selain itu, para importir juga menerapkan predatory pricing, di mana mereka sengaja menjual produk impor jauh di bawah biaya produksi keramik nasional,” tutur Edy, Minggu (23/6).

Dampak praktik unfair business trade dan dumping ini terbukti dengan adanya penurunan tingkat utilisasi produksi keramik nasional.

Baca Juga: Integrasi Infrastruktur Pipa, Penyaluran Gas PGN ke Industri & Komersial Jateng Naik

Selain itu, kerugian lainnya terlihat pada defisit transaksi ekspor-impor produk keramik yang telah mencapai lebih dari US$ 1,3 miliar dalam kurun waktu 5 tahun terakhir. 

“Seharusnya ini tidak perlu terjadi karena semua kebutuhan dan permintaan keramik nasional, baik dari sisi volume dan jenis keramik bisa terpenuhi oleh industri dalam negeri,” terang dia.

Lebih lanjut, industri keramik nasional telah memberikan efek berganda (multiplier effect) yang besar bagi ekonomi Indonesia, mengingat Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN) keramik lokal yang rata-rata di atas 80%. 

Dengan demikian, Asaki telah mendukung keberlangsungan hidup ribuan perusahaan kecil dan menengah yang selama ini menjadi bagian rantai pasok keramik nasional.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Herlina Kartika Dewi