Ancora memasang target konservatif tahun 2015



JAKARTA. Bisnis jasa pertambangan dan bahan peledak PT Ancora Indonesia Resources Tbk (OKAS) tahun depan diprediksi masih payah. Maklum, industri pertambangan tanah air belum pulih akibat harga batubara loyo.

Direktur Utama PT Ancora Indonesia Resources Tbk Aulia M. Oemar pesimistis industri ini segera pulih. Apalagi, indeks harga batubara Newcastle yang turun dari US$ 95 per ton pada Januari 2013 menjadi hanya sebesar US$ 60 per ton saat ini.

Karena itu, dalam Public Expose, Selasa (16/12) ia memperkirakan, penjualan anak usaha Ancora, yakni PT Multi Nitrotama Kimia (MNK),  hanya naik tipis tahun depan. Ia berharap MNK dapat melayani beberapa customer baru di 2015.


Tahun depan, MNK hanya menargetkan produksi Amonium Nitrat sebanyak 120.000 ton. Angka ini sama dengan target produksi 2014.

Sekitar 80% Amonium Nitrat dan bahan peledak yang diproduksi MNK dijual kepada industri batubara. Sisanya 20% untuk pasar perusahaan tambang mineral seperti emas, tembaga dan lainnya.

Meski situasi harga batubara masih melemah, Aulia berharap, perusahaan tambang batubara menggenjot produksi mereka untuk mencapai target earning before interest, tax, depreciation, and amortization (EBITDA). Dengan cara itu, penjualan MNK tahun depan ikut terdongkrak. 

Direktur Ancora Rolaw P. Samosir menambahkan, manajemen perusahaannya menargetkan bisa mendapatkan satu hingga dua klien baru tahun depan. Hanya saja ia belum merinci calon klien baru itu.  "Kalau dari mineral agak susah karena industri mineral seperti emas juga lagi hancur-hancuran. Harga emas juga turun," ujar Rolaw.

Jasa migas was-was Manajemen emiten berkode OKAS ini menargetkan pendapatan MNK tahun depan sekitar US$ 130 juta. Angka ini naik sedikit dari perkiraan pendapatan 2014 yang sebesar US$ 120 juta. Sementara EBITDA yang dipatok untuk MNK tahun depan sebesar US$ 12 juta. 

Nasib hampir serupa dialami oleh anak usaha OKAS di bidang jasa pengeboran minyak dan gas bumi (migas), PT Bormindo Nusantara. Bormindo juga menghadapi pelemahan harga minyak mentah yang kini menyentuh level US$ 60 per barel.

Oemar mengklaim, Bormindo masih cukup sehat untuk menjalankan usahanya. "Kami masih wait and see apakah harga minyak akan tetap di seperti sekarang atau turun lagi," katanya.

Jika harga minyak masih menurun lagi, baru kinerja akan terganggu. Sebab, kontrak untuk pengeboran pengembangan lapangan tahun 2015 sudah ditandatangani dengan asumsi harga minyak yang tetap. "Kecuali untuk pengeboran eksplorasi. Tetapi kebanyakan kami melakukan pengeboran di lapangan yang sudah berproduksi," jelas dia.

Sebagai gambaran, tahun 2015 nanti, Bormindo Nusantara hanya mempertahankan  sebanyak 16 kontrak rig pengeboran miliknya. Ini artinya manajemen Bormindo hanya mempertahankan kontrak yang sudah ada tahun ini.

Klien yang menyewa rig milik Bormindo antara lain ConocoPhilips dan Pertamina. Bormindo tidak berharap menggaet kontrak dari klien baru, tetapi hanya mempertahankan dan memperpanjang kontrak yang sudah ada. "Saya tidak tahu total nilai kontrak karena setiap kontrak memiliki nilai yang berbeda," ujar Rolaw. Tahun depan, Bormindo mematok pendapatan US$ 50 juta atau sama dengan target tahun ini.                       

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Sanny Cicilia