Andai izin diperpanjang, Freeport akan gelontorkan investasi US$ 20 miliar



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Jika izin operasi pertambangannya di tambang Grasberg, Papua, resmi diperpanjang sampai tahun 2041 oleh Pemerintah Indonesia, PT Freeport Indonesia (PTFI) siap berinvestasi hingga US$ 20 miliar. Nilai investasi itu dikhususkan untuk pengembangan undergorund minning dan infrastruktur lainnya.

Meskipun nanti sudah diperpanjang izin operasinya dan Freeport bukan sebagai pemegang saham mayoritas atau hanya memegang saham 49%,  investasi senilai US$ 20 miliar tersebut akan ditanggung oleh Freeport Indonesia sendiri.

Jurubicara Freeport Indonesia Riza Pratama mengatakan, besaran investasi senilai US$ 20 miliar itu sudah disampaikan ke pemerintah baik Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Kementerian Keuangan dan Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Bahkan, juga kepada holding BUMN pertambangan, PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum) selaku pemegang saham mayoritas 51% saham PTFI nantinya.


"Investasi itu utamanya untuk tambang bawah tanah dan infrastruktur pendukung lainnya," kata Riza kepada KONTAN, Selasa (17/7).

Ia mengatakan, Inalum tidak perlu terbebani atas investasi itu meskipun nantinya sebagai pemegang saham mayoritas. Hanya saja, Riza enggan menyebutkan, dari mana sumber pendanaan untuk investasi tersebut. "Intinya Freeport Indonesia yang akan mencarikan pendanaan terhadap investasi tersebut," tandasnya.

Senada, Direktur Utama Inalum Budi Gunadi Sadikin menuturkan, untuk pengembangan tambang bawah tanah Grasberg sampai tahun 2041 membutuhkan capital expenditure (capex) senilau US$ 20 miliar. Namun, ia belum bisa memastikan apakah Inalum juga akan mengeluarkan dana untuk capex tersebut.

Yang jelas, kata Budi, internal cash flow dari tambang bawah tanah Freeport Indonesia sudah cukup untuk investasi itu. "Ebitda Freeport Indonesia itu US$ 4 miliar. Jadi saya rasa sudah cukup," terangnya saat berdiskusi dengan Pemimpin Redaksi Media di Kantor Energy Building, Selasa (17/7).

Investasi yang akan dikeluarkan Freeport Indonesia senilai US$ 20 miliar tersebut, di luar pembiayaan pembangunan fasilitas pengolahan dan pemurnian mineral (smelter) yang rencananya akan dibangun di Gresik, Jawa Timur dengan investasi US$ 2,2 miliar.

Menurut Budi , nilai pembangunan smelter itu baru bisa dilihat apabila joint venture agrement pengelolaan tambang Grasberg sudah terlihat. "Kalau tidak salah 30% - 70%," imbuhnya.

Budi menambahkan, Head of Agreement (HoA) antara Inalum dan Freeport McMoran Inc yang dilakukan pada 12 Juli 2018 lalu di Kantor Kementerian Keuangan, secara bussines to bussines (B to B) mengikat secara hukum. Namun, masih ada hal yang wajib disepakati setelah HoA.

Ada tiga hal yang akan disepakati selanjutnya. Pertama, akan ada sales purcahsment agreement dengan Rio Tinto mengenai 40% participating interest. Kedua, sales purchasment agreement dengan PT Indocopper Investama terkait akuisisi 9,36% saham. Dan yang ketiga, perubahan skema participating interest 40% menjadi saham. "Itu yang akan dilanjutkan dari HoA kemarin," ujar Budi.

Selain itu, soal kelanjutan negosiasi yang belum selesai, seperti halnya perubahan status Kontrak Karya (KK) menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK), stabilitas investasi dan pembangunan smelter. "Jadi transaksi bisa dilakukan apabila semuanya sudah selesai," jelas Budi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Khomarul Hidayat