JAKARTA. Wakil Sekretaris Jenderal Partai Demokrat Andi Nurpati menyarankan mantan anggota DPR, Angelina Sondakh alias Angie, membongkar keterlibatan pihak lain jika merasa tidak korupsi sendirian. Angie kini berstatus terpidana korupsi proyek perguruan tinggi di Kementerian Pendidikan Nasional. "Tetapi, kalau Mbak Angie merasa dana itu bukan untuk dirinya sendiri, kita mengimbau Mbak Angie untuk membuka diri kepada penyidik atau kepada proses hukum lebih lanjut sehingga Mbak Angie tidak terbebani sendiri," kata Nurpati di Jakarta, Sabtu (6/12). Hukuman Angie diperberat Mahkamah Agung menjadi 12 tahun penjara dari 4,5 tahun dan diharuskan membayar uang pengganti senilai Rp 12,58 miliar dan US$ 2,35 juta (sekitar Rp 27,4 miliar).
Sependengaran Nurpati, tidak hanya Angie yang menerima aliran uang korupsi itu. "Sudah kita dengar semua aliran Mbak Angie mengalir ke anggota DPR dari partai yang lain," ujarnya. Namun, lanjut Nurpati, sedianya dugaan ini dibuktikan melalui proses hukum. Nurpati pun menyerahkan keputusan kepada Angie, apakah sekarang akan membongkar melalui proses hukum selanjutnya atau tidak. Dia juga merasa yakin bahwa uang korupsi Angie tidak ada yang mengalir ke kader Partai Demokrat lainnya. "Kami yakin tidak (ada aliran uang ke Demokrat). Jadi, keterangan yang dulu pernah kita dengar mengalir ke oknum, partai-partai lain juga yang ada di komisi dengan beliau, dan tidak ada satu keterangan ke Demokrat," tuturnya. Pengamat hukum pidana Universitas Indonesia, Chordy Sitompul, menduga Angie tidak menikmati sendiri uang korupsi Kemendiknas (sekarang Kemendikbud). Dia pun berpendapat lebih baik jika ia membongkar keterlibatan pihak lain jika dia mengajukan peninjauan kembali (PK) atas vonis 12 tahun penjara yang dijatuhkan hakim MA. Vonis Angie di Tipikor Dalam putusannya, majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta mengisyaratkan kalau Angie tidak korupsi sendirian. Hakim menyatakan Angie terbukti menerima pemberian atau janji berupa uang Rp 2,5 miliar dan US$ 1.200.000 dari Grup Permai. Uang itu merupakan realisasi dari komitmen
fee karena Angie menyanggupi untuk menggiring anggaran proyek di Kemdiknas agar dapat disesuaikan dengan permintaan Grup Permai.
Menurut majelis hakim, selaku anggota Badan Anggaran DPR dan anggota Komisi X DPR, Angelina tidak dapat sendirian menentukan nilai anggaran suatu proyek. Keputusan diambil Banggar DPR secara kolektif. Hakim juga menilai, fakta persidangan belum dapat mengungkap apakah uang sekitar Rp 32 miliar yang dituduhkan jaksa itu benar-benar diterima Angie seorang diri ataupun bersama dengan pihak lain. Dari Rp 32 miliar yang dituduhkan jaksa KPK, hanya Rp 2,5 miliar dan US$ 1.200.000 (sekitar Rp 14,5 miliar) yang dianggap hakim terbukti diterima Angelina. Majelis hakim juga tidak menyebut nama anggota DPR lain ikut menerima uang dari Grup Permai bersamaan dengan Angelina. Hanya, dalam putusannya, hakim mengungkapkan fakta persidangan yang menyebutkan kalau sebagian uang dari Grup Permai itu ada yang diantarkan ke ruangan anggota Komisi X dari fraksi PDI-Perjuangan I Wayan Koster. Namun, masih menurut fakta persidangan, hal ini dibantah Koster dan stafnya Budi Priatna saat bersaksi dalam persidangan Angelina. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Hendra Gunawan