Australia merupakan salah satu negara yang kaya logam dan mineral. Wajar, penguasa tambang akan memiliki pendapatan berlipat-lipat. Begitu juga Andrew Forrest yang awalnya mengembangkan bisnis nikel, lalu ke bijih besi. Forest yang memulai bisnis di usia 30 tahun, memiliki holding pertambangan bijih besi Fortescue dalam 12 tahun. Lewat perusahaan tersebut, Forrest yang gagap berhasil mencatatkan namanya di jajaran konglomerat dunia. Film penyabet Oscar 2011,
The King's Speech, berkisah mengenai Pangeran Albert, pewaris tahta kerajaan Inggris yang gagap. Andrew Forrest memiliki kisah mirip dengan sang pangeran: meski memiliki kekurangan, ia berhasil menggapai sukses. Pangeran sukses menjadi raja, Forrest piawai dalam mengarungi bisnis. Seperti si pangeran, Andrew Forrest bukan dari keluarga biasa. Keluarga Forrest kesohor sebagai keluarga berkuasa dan kaya di Australia Barat. Sejak dulu, dia mengenal pergaulan komunitas kelas atas.
Seperti dikutip
Forbes, buyutnya, yaitu John Forrest merupakan mantan Perdana Menteri pertama Australia Barat. Kakek buyutnya juga memiliki lahan pertanian di Minderro Station dan berbisnis properti. Sayang, Minderro harus dijual karena utang. Dengan latar belakang keluarganya, pria kelahiran 1961 ini mempelajari ilmu politik dan ekonomi sejak dini. Meski menderita kelainan susah bicara, pria asal Perth ini berhasil menyabet gelar sarjana ganda, yakni ekonomi dan politik. Forrest lulus dari University of Western Australia. Setelah lulus, ia langsung bekerja sebagai pialang perusahaan di Broking House Jacksons. Pada usia 30 tahun, dia mendirikan Nickel Anaconda, tepatnya di 1991. Tiga tahun kemudian, dia mengganti nama perusahaanya menjadi Minara Resources. Seperti diceritakan
businessreviewaustalia, Forrest mengembangkan Minara menggarap kobalt selain nikel. Di tangan dia, Minara Resources, perusahaan ketiga terbesar penghasil dan menjadi 10 perusahaan terbesar nikel dunia. Pada tahun 1999, Forrest membangun anak perusahaan Minara Resources yakni Murrin Murrin Holdings Pty Ltd. Ini merupakan usaha patungan dengan Glencore International AG. Forrest memegang kepemilikan 60%, sedangkan perusahaan
trading komoditas itu 40%. Perusahaan ini memproduksi nikel dan kobalt dengan wilayah operasi Timur Utara Goldfields. Letaknya sekitar 60 kilometer (km) sebelah timur Leonara, Australia Barat. Pada tahun 2003, seperti dikutip dari harian
Herald Sun, Forrest kemudian membeli Fortesceu Metals yang selama ini menjadi saingan pertambangannya. Perusahaan inilah yang melambungkan kekayaan Forrest. Sejak dia mengelola di bawah bendera Fortesceu Metals Grup (FMG), bisnis berkembang pesat. Dalam laporan keuangan perusahaan 2010, FMG memiliki ladang bijih besi di Australia Barat dan Pilbara. Dua kawasan ini jauh lebih besar dibanding juragan perusahaan sejenis yang lain, seperti BHP Biliton dan Rio Tinto. FMG memiliki luas ladang hampir 87.000 km2 di Australia Barat dan total pekerja lebih dari 2.500. Perusahaan
holding ini menguasai empat wilayah tambang, yakni di Pilbara, Cloudbreak, Natal Creek dan Salomo Hub. Setiap daerah rata-rata dapat menghasilkan ratusan juta ton tambang per tahun. Bahkan di Cloundbreak, FMG mampu memproduksi sekitar 110.000 ton setiap hari. Tidak hanya menguasai pertambangan, Forrest juga membeli lahan pertanian, seperti ditulis berbagai media Australia. Tahun 2008, Forrest kembali membeli Minderoo Station dari keluarga Pilbara sebesar US$ 12 juta melalui lelang.
Tidak hanya menjadikan ladang peternakan dan pertanian, Forrest membangun kawasan realestat di Minderoo Station. Bersama dengan ayahnya, Forrest kemudian membangun kompleks realestat dan hotel. Pada tahun 2009, aset Minderoo Station telah mencapai US$ 12 miliar. Tahun lalu,
Forbes menempatkan, pria berusia 50 tahun ini sebagai orang terkaya ke-145. Awal tahun 2012, majalah ini mencatat kekayaan Forrest mencapai angka US$ 5,3 miliar dan menduduki posisi ketiga orang terkaya di Negeri Kanguru. (Bersambung)
Editor: Catur Ari