Aneh, lebih dari 60% SBN ritel dikoleksi institusi



Jakarta. Dalam kurun beberapa tahun terakhir, pemerintah terus berupaya menambah peran investor ritel dalam pasar surat utang dalam negeri. Caranya, dengan meluncurkan Surat Berharga Negara (SBN) yang ditujukan bagi investor eceran tersebut.

Namun, mengacu situs Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan per 23 September 2016, kepemilikan investor individu pada SBN domestik yang dapat diperdagangkan (tradable) hanya mencapai Rp 47,43 triliun. Angka tersebut jauh lebih rendah ketimbang total penerbitan SBN ritel tradable kurun tiga tahun terakhir yang tercatat Rp 141,62 triliun.

Analis Fixed Income MNC Securities I Made Adi Saputra menuturkan, wajar apabila mayoritas SBN ritel digenggam oleh investor institusi. Sebab, setelah investor individu mengoleksi Sukuk Negara Ritel maupun Obligasi Negara Ritel, mereka tergiur dengan kenaikan harga (capital gain) yang ditawarkan dari agen penjual maupun investor institusi. “Kalau ada yang butuh dana mendadak, mereka juga terpaksa menjualnya,” tuturnya.


Anil Kumar, Fixed Income Fund Manager Ashmore Asset Management berpendapat, ada beberapa faktor yang memicu investor untuk melepaskan kepemilikan efek obligasi ritel. Pertama, harga obligasi yang tidak transparan.

Ia mengaku sulit bagi investor ritel untuk menemukan harga surat utang ritel di pasar sekunder yang dapat dipertanggungjawabkan dengan baik. “Untuk dapat akses harga dari Indonesia Bond Pricing Agency (IBPA) juga harus bayar. Ini kendala,” terangnya.

Kedua, sebagian investor ritel yang belum memahami tujuan investasi di pasar obligasi bagi manajemen finansial masing-masing. Menurut Anil, seringkali instrumen obligasi ritel dibandingkan dengan deposito perbankan. Padahal kedua jenis investasi tersebut menawarkan risiko dan tujuan yang berbeda.

Walhasil, dengan akses yang sulit disertai minimnya pengetahuan, mayoritas investor ritel menjual kepemilikannya kepada investor institusi. Mereka juga tergoda oleh tawaran imbal hasil yang lebih tinggi dalam waktu singkat.

Senior Research Analyst pasardana.id Beben Feri Wibowo mengungkapkan, jenis investor institusi yang berburu SBN ritel mencakup perbankan, asuransi, manajer investasi maupun dana pensiun. Semisal manajer investasi yang meracik surat utang ritel menjadi salah satu aset dasar bagi produk reksadana pendapatan tetap maupun reksadana campuran.

Beben menduga, fenomena mayoritas investor ritel yang melepaskan kepemilikan SBN ritel masih akan berlanjut pada seri ORI013 di waktu mendatang. Pemerintah bakal mulai menjajakan ORI013 pada 29 September 2016 – 20 Oktober 2016.

Sebab, daya tarik ORI013 lebih minim ketimbang seri sebelumnya. Dengan tren penurunan suku bunga, kupon ORI013 disinyalir bakal lebih rendah dari kupon ORI010 yang mencapai 8,5%, ORI011 8,5% serta ORI012 9%.

Pekan lalu, Bank Indonesia (BI) memangkas suku bunga acuan BI 7 day reverse repo rate sebesar 25 bps menjadi 5%. Terkendalinya inflasi dalam negeri membuka ruang bagi BI untuk terus melonggarkan kebijakan moneter di masa depan.

“Sebaliknya untuk investor institusi diprediksi masih akan tertarik dengan ORI013. Investor institusi yang memiliki modal membuka jalan untuk mendapatkan potensi return yang lebih besar,” paparnya.

Serupa, Anil memproyeksikan, 30% - 40% outstanding ORI013 akan menghilang ke genggaman investor institusi. Untuk meminimalisir fenomena tersebut, Anil menyarankan pemerintah segera menciptakan transparansi harga obligasi di pasar sekunder.

Selain itu, investor ritel juga harus dibekali dengan pengetahuan mengenai manajemen keuangan personal. “Keinginan agar investor ritel bisa mendapatkan obligasi seharusnya bisa disalurkan melalui reksadana pendapatan tetap atau reksadana pasar uang,” sarannya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Adi Wikanto