Anggaran Kendaraan Listrik Operasional ASN Tahun Depan Dinilai Terlalu Tinggi



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Anggaran transportasi lokal berbasis kendaraan listrik untuk kegiatan perjalanan dinas dan operasional aparatur sipil negara (ASN) yang  dianggarkan pada tahun depan dinilai terlalu tinggi.

Adapun aturan tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 49 Tahun 2023 tentang Standar Biaya Masukan Tahun Anggaran 2024. Dalam beleid tersebut mengatur, mulai dari biaya makan, uang lembur, uang perjalanan dinas, hingga biaya transportasi lokal berbasis kendaraan listrik yang memang baru dianggarkan pada tahun depan.

Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira menilai, standar biaya yang dikeluarkan pemerintah untuk biaya kendaraan dinas berbasis listrik masih terlalu tinggi.


Adapun biaya uang dianggarkan Menteri Keuangan untuk kendaraan listrik tersebut diantaranya, untuk pejabat eselon I per unit mendapat besaran anggaran sebesar Rp 966.804.000, pejabat eselon II Rp 746.l10.000, kendaraan oprasional kantor Rp 430.080.000, dan kendaraan roda dua Rp 28.000.000.

Menurutnya, pemerintah perlu mempertimbangkan kesesuaian antara narasi mendorong penjualan kendaraan listrik dengan menjaga agar defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tidak melebar.

Padahal sebelumnya kementerian/lembaga justru diminta untuk lebih berhemat dan bisa mencadangkan anggaran untuk mempersiapkan situasi eksternal yang lenantang.

“Tapi standar biaya kendaraan listrik ini akhirnya menimbulkan tanda tanya, apakah kondisi fiskal masih memiliki ruang yang lebar? Jadi ada inkonsistensi dengan standar biaya kendaraan listrik yang jumbo,” kata Bhima kepada Kontan.co.id, Senin (15/5).

Baca Juga: Aturan Biaya Pengadaan Kendaraan PNS Terbaru Dirilis, Ada untuk Kendaraan Listrik

Bhima juga khawatir, anggaran kendaraan listrik yang terlalu tinggi bisa menjadi pemborosan, dan instansi akan cari mobil listrik yang mendekati batas atas standar biaya.

Menurutnya, jika memang pemerintah ingin mendorong pembelian mobil listrik, sebenarnya bisa dimulai dengan mempersiapkan infrastruktur kendaraan listrik. Mulai dari menyediakan stasiun pengisian daya yang memadai, bengkel kendaraan lsitrik, dan ketersediaan sparepart di berbagai daerah.

“Kalau infrastrukturnya siap, konsumen akan tergerak beli kendaraan listrik,” sarannya.

Adapun Kausbdit Standar Biaya Direktorat Jendral Anggaran (DJA) Kementerian Keuangan Amnu Fuady mengatakan, sebenarnya dalam PMK tersebut bukan pedoman alokasi anggaran yang akan dikeluarkan pemerintah, melainkan pedoman harga yang distandarkan untuk semua kegiatan yang didanai oleh APBN.

Sehingga tidak tidak semua satuan biaya di PMK tersebut dapat dipakai oleh Kementerian/Lembaga. Menurutnya, terdapat syarat-syarat lain yang harus dipenuhi jika misalnya, ASN ingin menggunakan kendaraan listrik untuk kegiatan dinasnya.

Syarat-syarat tersebut misalnya untuk pengadaan barang dan jasa, syarat ketersediaan dana syarat administrasi lainnya.

Dia mencontohkan, anggaran kendaraan listrik yang ada di PMK tersebut ibarat pricelist yang dikeluarkan secara periodik oleh toko groceries. Sehingga tidak bisa diartikann karna ada daftar harga, kemudian masyarakat mampu membeli semua barang yang ada.

“Yang heboh di medaos seolah-oleh kalau ada (daftar dnggaran di PMK SBM) brarti pasti ada alokasinya, padahal belum tentu. Syarat dan ketentuannya sangat ketat, bahkan kalo orang pernah kerja di swasta banyak yang keberatan dengan syarat-syarat dalam pelaksanaan kegiatan yang didanai APBN,” jelasnya.

Amnu mengatakan, biasanya  anggaran kendaraan untuk ASN ditanggung oleh masing-masing Kementerian/Lembaga. Dia juga menegaskan, pembelian kendaraan dinas bahkan sangat dibatasi, kecuali kendaraan yang digunakan untuk layanan masyarakat.

Baca Juga: Ada Tunjangan Penambah Daya Tahan Tubuh PNS, Segini Besarnya

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Khomarul Hidayat