Anggaran pemerintah diprediksi tak cukup menutupi kenaikan permintaan rumah subsidi



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah telah menetapkan batas harga jual rumah bersubsidi untuk tahun 2019 dan 2020. Hal itu tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 81 Tahun 2019 tentang Batasan Rumah Umum, Pondok Boro, Asrama Mahasiswa dan Pelajar, serta Perumahan Lainnya yang Atas Penyerahannya Dibebaskan dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai.

Penetapan batas harga jual ini sudah dinanti-nantikan para pengembang properti perumahan sejak awal tahun. Pengamat Properti Indonesia Property Watch (IPW) Ali Tranghanda mengatakan, keluarnya PMK ini cukup melegakan lantaran kini pengembang dapat mulai kembali membangun dengan patokan harga yang lebih pasti.

"Batasan harga rumah subsidi ini sebenarnya terlambat keluar sehingga selama satu triwulan pengembang ragu membangun tanpa patokan harga. Patokan harga 2018 sudah tentu tidak bisa digunakan karena berpotensi mengganggu cashflow perusahaan kalau nanti ternyata batas harga berbeda," terang Ali saat dihubungi Kontan.co.id, Rabu (29/5).


Namun di sisi lain, Ali menilai, meningkatnya permintaan rumah bersubsidi pada tahun ini kemungkinan besar tak akan dapat dipenuhi para pengembang. Sebab, anggaran pemerintah yang ditetapkan untuk rumah subsidi tahun ini diprediksi kurang.

Seperti diketahui, tahun ini pemerintah menyediakan kuota rumah bersubsidi selisih bunga (SSB) sebanyak 100.000 unit, sedangkan rumah Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) sebanyak 67.000 unit. Tahun lalu, kuota rumah SSB mencapai 225.000 unit, sedangkan rumah FLPP sebanyak 58.000 unit.

Sementara, berdasarkan data Pusat Pengelolaan Dana Pembiayaan Perumahan (PPDPP) Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), total realisasi rumah FLPP hingga 24 Mei lalu telah mencapai 40.261 unit.

"Melihat permintaan di triwulan pertama, kami perkirakan kuota maupun anggaran rumah subsidi pemerintah ini akan habis di bulan Juli," ujar Ali.

Hal ini menjadi kekhawatiran di kalangan pengembang lantaran akan sulit membangun di saat kuota anggaran dari bank penyalur kredit sudah habis. Akibatnya, terjadi potensi kemacetan penjualan rumah bersubsidi pada semester kedua tahun ini.

Oleh karena itu, Ali mengimbau agar pemerintah mulai mengantisipasi potensi tersebut dan memikirkan solusi terbaik untuk memastikan kuota anggaran rumah bersubsidi mencukupi.

"Apakah dengan tambahan anggaran yang artinya butuh APBN-P, atau disiapkan dana cadangan. Pemerintah harusnya menyiapkan solusi sebelum anggaran benar-benar habis di pertengahan tahun nanti," ujar Ali.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Noverius Laoli