Anggaran Perlinsos Capai Rp 504,7 Triliun di RAPBN 2025, Ini Catatan Ekonom



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Anggaran perlindungan sosial (perlinsos) yang ditetapkan pemerintah mencapai Rp 504,7 triliun pada RAPBN 2025. Anggaran tersebut merupakan yang tertinggi ketiga pada tahun depan.

Meski demikian, pemerintah dinilai masih memiliki banyak pekerjaan rumah (PR) untuk menjaga daya beli masyarakat yang mulai tergerus.

Direktur Ekonomi Center of Economic and Law Studies (Celios) Nailul Huda mengatakan pemberian bantuan sosial masih belum terkonvergensi. Artinya pemberian bantuan kepada masyarakat miskin tidak secara total dan memang masih parsial. 


Baca Juga: Soal Insentif Pajak, Presiden Terpilih Akan Tetapkan Sektor yang Menjadi Perhatian

"Untuk mengentaskan kemiskinan minimal ada 3 bantuan yang terdiri dari peningkatan daya beli serta pemberdayaan masyarakat miskin," jelasnya kepada Kontan, Minggu (18/8). 

Nailul menyebutkan untuk mengentaskan kemiskinan dapat melalui penguatan daya beli masyarakat miskin agar kenaikan kebutuhan tidak menyebabkan orang semakin miskin.  Kedua, stimulus masyarakat untuk tetap konsumsi dan berproduksi, terutama untuk pembentukan PDB yang 50% nya adalah konsumsi rumah tangga. 

Menurut Nailul bantuan social (bansos) untuk menjaga daya beli masyaraka dikatakan sudah sesuai jalur, meskipun masih banyak PR-nya. Salah satu indikatornya adalah pertumbuhan konsumsi masyarakat yang masih positif walaupun tidak secepat konsumsi masyarakat menengah ke atas. 

Baca Juga: Di Tengah Gejolak Global, Target Pertumbuhan Ekonomi 5,2% Masih Positif?

"Namun bagi pemberdayaan ekonomi, PR-nya masih terlalu banyak hingga saat ini belum memberikan efek yang signifikan, masih banyak masyarakat miskin yang belum keluar dari garis kemiskinan dan pelaku usaha pun masih belum banyak yang naik kelas," ujarnya. 

Nailul juga melihat penyaluran bansos sekarang memang sangat bermasalah dimana ada dua kondisi masalah penyaluran bansos. 

Pertama adalah exclusion error, dimana rang yang seharusnya dapat, malah gak dapat bansos. Kedua adalah inclusion error dimana orang yang seharusnya tidak dapat malah dapat. Menurutnya keduanya berawal dari data yang tidak valid dan tidak menggunakan data tunggal. 

"Maka dari itu, yang paling utama adalah data harus diperbaiki. Data Registrasi Sosial Ekonomi BPS harusnya bisa digunakan untuk melihat data orang miskin by name by address," ungkapnya. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Noverius Laoli