KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Anggaran belanja produktif pemerintah pada tahun ini dianggarkan lebih rendah dari realisasi pada 2023. Penurunan belanja produktif tersebut dikhawatirkan akan mengganggu laju pertumbuhan ekonomi 2024 yang diproyeksikan tumbuh 5,2%. Ekonom Center of Reform on Economic (CORE) Yusuf Rendy Manilet menghitung, menurunnya anggaran belanja produktif akan mengurangi pertumbuhan ekonomi sekitar 0,23% hingga 0,25% dari total pertumbuhan ekonomi. Menurutnya, terbatasnya belanja pemerintah khususnya belanja produktif di tahun ini menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi Indonesia hanya akan tumbuh di kisaran 4,9% hingga 5%.
Baca Juga: Anggaran Belanja Produktif Turun di 2024, Berpotensi Tekan Pertumbuhan Ekonomi Anggaran produktif tersebut diantaranya, belanja barang yang dianggarkan Rp 410,9 triliun atau turun 1,72% dari realisasi belanja barang 2023 yang mencapai Rp 418,1 triliun. Lalu, belanja modal dianggarkan Rp 244,4 triliun, atau turun 20,47% dari realisasi belanja modal 2023 yang mencapai Rp 307,3 triliun. Kemudian, belanja infrastruktur yang dianggarkan Rp 422,7 triliun, atau turun 7,26% dari realisasi belanja infrastruktur di 2023 yang mencapai Rp 455,8 triliun. Disamping anggaran produktif yang turun, faktor perekonomian global juga dinilai akan mempengaruhi perekonomian Indonesia tahun ini. “Termasuk pertumbuhan ekonomi China sebagai Mitra dagang Utama Indonesia yang di tahun ini diproyeksikan tubuh lebih lambat dan proyeksi harga komoditas primer, dan Indonesia yang akan melanjutkan tren harga rendah di tahun ini,” tutur Yusuf kepada Kontan.co.id, Jumat (12/1). Yusuf melanjutkan, dengan adanya tren perlambatan harga komoditas yang akan dirasakan Indonesia, akan berdampak pada sumbangan ekspor yang menurun dan akhirnya membuat pertumbuhan ekonomi domestik juga ikut turun. Terdapat faktor akan mempengaruhi pertumbuhan ekonomi di tahun ini. pertama, konsumsi rumah tangga diperkirakan relatif stabil namun punya peluang akan cenderung melemah secara marginal. Efek pendapatan rumah tangga dari kenaikan harga komoditas pada Tahun 2022 dan juga awal tahun 2023 diperkirakan akan hilang pada tahun ini.
Baca Juga: Kondisi Utang Naik Tajam Tak Selaras dengan Belanja Produktif, Ini Kata Airlangga Sementara itu, konsumsi barang-barang tahan lama yang mengandalkan kredit, seperti kendaraan dan properti, juga akan sedikit tertekan oleh dampak pengecatan moneter Bank Indonesia yang dilakukan di akhir Kuartal 2023. Adapun dari belanja produktif tersebut, hanya belanja perlindungan sosial (perlinsos) yang meningkat. Anggaran anggaran perlinsos naik sekitar 10,15% menjadi Rp 493,5 triliun, dari realisasi 2023 yang mencapai Rp 443,4 triliun. Yusuf menyampaikan, peningkatan anggaran perlinsos akan sedikit menyumbang pertumbuhan konsumsi. Akan tetapi, hal tersebut juga berpotensi tergerus jika Pemerintah jadi menaikkan atau menjalankan kebijakan tarif Pajak pertambahan Nilai (PPN) yang lebih tinggi atau meningkat menjadi 12%.
Baca Juga: Anggaran Belanja Produktif Turun di 2024, Begini Dampaknya pada Pertumbuhan Ekonomi “Ditambah kebijakan seperti penerapan Cukai minuman berpemanis dan dalam kemasan dan kenaikan Cukai hasil tembakau,” jelasnya. Lebih lanjut, untuk mengejar target batas atas proyeksi pertemuan ekonomi 5%, Yusuf menyarankan agar pemerintah menjaga beberapa hal termasuk di dalamnya inflasi berada pada kisaran target yang ingin disasar oleh pemerintah. Dengan inflasi yang bisa terjaga, pemerintah bisa menjaga daya beli masyarakat untuk setiap kelompok golongan pendapatan. Disamping itu, pemerintah juga tidak perlu melakukan penyesuaian terutama pada belanja pemerintah yang kerap kali dilakukan ketika ada shock perekonomian seperti di tahun lalu dan juga awal tahun ini dalam bentuk belanja bantuan sosial untuk mitigasi El Nino. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Herlina Kartika Dewi