JAKARTA. Rencana penyerangan Amerika Serikat ke Suriah diperkirakan akan membuat harga minyak dunia melonjak. Hal ini juga akan berdampak ke anggaran subsidi bahan bakar minyak (BBM) domestik karena sebagian besar BBM dalam negeri masih impor. Pelaksana tugas Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Bambang Brodjonegoro mengatakan, pemerintah saat ini memang terus mengantisipasi konflik Suriah terhadap kondisi anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN). "Ya kita tidak harus langsung menaikkan harga BBM, tapi konsekuensinya kita harus bisa menyediakan biaya subsidi lebih besar," kata Bambang di kantor Kementerian Perekonomian Jakarta, Rabu (4/9/2013) malam. Khusus di tahun depan, pemerintah sudah menganggarkan subsidi BBM sekitar Rp 190 triliun, atau turun sekitar Rp 9 triliun dibandingkan dengan subsidi BBM dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2013 yang mencapai Rp 199,85 triliun. Dengan adanya konflik ini, pemerintah memang tidak bisa seenaknya mengubah asumsi makro sekaligus anggaran kementerian atau lembaga. Sebab untuk APBN Perubahan 2013 dan APBN 2014 sudah disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). "Tapi akan kita aturlah," katanya. Mengenai kemungkinan pembengkakan anggaran untuk subsidi BBM ini, pemerintah masih belum menghitung besaran pembengkakannya. Namun pemerintah akan menjaga agar defisit neraca anggaran tidak akan melebihi target semula yaitu 2,38 persen dari Pendapatan Domestik Bruto (PDB). "Tidak ada perkiraan (pembengkakan). Di Undang-undang APBN tidak ditulis apa-apa. Pokoknya kita jaga defisit APBN jangan lewat 2,38 persen," tambahnya. (Didik Purwanto/Kompas.com)Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Anggaran subsidi BBM RI terancam konflik Suriah
JAKARTA. Rencana penyerangan Amerika Serikat ke Suriah diperkirakan akan membuat harga minyak dunia melonjak. Hal ini juga akan berdampak ke anggaran subsidi bahan bakar minyak (BBM) domestik karena sebagian besar BBM dalam negeri masih impor. Pelaksana tugas Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Bambang Brodjonegoro mengatakan, pemerintah saat ini memang terus mengantisipasi konflik Suriah terhadap kondisi anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN). "Ya kita tidak harus langsung menaikkan harga BBM, tapi konsekuensinya kita harus bisa menyediakan biaya subsidi lebih besar," kata Bambang di kantor Kementerian Perekonomian Jakarta, Rabu (4/9/2013) malam. Khusus di tahun depan, pemerintah sudah menganggarkan subsidi BBM sekitar Rp 190 triliun, atau turun sekitar Rp 9 triliun dibandingkan dengan subsidi BBM dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2013 yang mencapai Rp 199,85 triliun. Dengan adanya konflik ini, pemerintah memang tidak bisa seenaknya mengubah asumsi makro sekaligus anggaran kementerian atau lembaga. Sebab untuk APBN Perubahan 2013 dan APBN 2014 sudah disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). "Tapi akan kita aturlah," katanya. Mengenai kemungkinan pembengkakan anggaran untuk subsidi BBM ini, pemerintah masih belum menghitung besaran pembengkakannya. Namun pemerintah akan menjaga agar defisit neraca anggaran tidak akan melebihi target semula yaitu 2,38 persen dari Pendapatan Domestik Bruto (PDB). "Tidak ada perkiraan (pembengkakan). Di Undang-undang APBN tidak ditulis apa-apa. Pokoknya kita jaga defisit APBN jangan lewat 2,38 persen," tambahnya. (Didik Purwanto/Kompas.com)Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News