Anggota bursa: Pungutan OJK memberatkan!



JAKARTA. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mulai menggelar sosialisasi mengenai iuran OJK untuk industri jasa keuangan. Sosialisasi yang digelar hari ini, Rabu (12/3), mengundang para anggota bursa dan manajer investasi.

Para anggota bursa merasa, pungutan OJK memberatkan dan bisa menekan margin laba. Anita Wijanto, Direktur AAA Securities bilang, pungutan itu jelas menekan perusahaan lantaran dipotong dari pendapatan usaha.

Sementara menurutnya, broker juga sudah membayar pajak dan terkena biaya dalam transaksi. "Pajak itu sudah besar sekali. Dengan pungutan ini kondisi bisnis akan makin susah. OJK seharusnya bisa melihat industri ini butuh berkembang," ujarnya usai sosialisasi di gedung Bursa Efek Indonesia (BEI), Jakarta.


Direktur Utama HSBC Securities Hari Mantoro mengatakan, kebanyakan anggota memang menyatakan keberatan. Dia meminta, OJK perlu meninjau ulang aturan ini. "Sudah jadi peraturan, mau tidak mau harus dilakukan. Tetapi ini berat. Tadi di dalam banyak yang menyanggah," ujarnya.

Anita mengatakan, saat ini independensi OJK juga dipertanyakan. Pasalnya, OJK sebagai lembaga pengawas seharusnya bisa mengandalkan APBN, bukan menarik pungutan yang memberatkan industri.

"OJK sangat power full dari mereka kasih izin pengawasan dan sebagainya lalu mereka terima uang. Pasti nanti bisa terjadi conflict of interest," terangnya.

Dia mengatakan, Asosiasi Perusahaan Efek Indonesia (APEI) akan memperjuangkan keinginan pelaku industri sebelum Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) terbit. Anggota Bursa akan kembali berdiskusi dengan OJK agar pungutan ini bisa diperingan.

Seperti diketahui, pemerintah telah meneken aturan mengenai iuran OJK dalam Peraturan Pemerintah (PP) nomor 11 2014. Iuran yang harus dibayar pelaku industri meliputi, iuran tahunan, iuran pendaftaran atau perizinan, dan pungutan atas aksi korporasi.

Perusahaan penjamin emisi efek (PEE) dan perantara perdagangan efek (PPE) akan dikenakan 1,2% dari pendapatan usaha dan paling sedikit Rp 10 juta.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Asnil Amri