Anggota DPR Ini Minta Kemenkes Tunda Kebijakan KRIS BPJS Kesehatan



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Anggota Komisi IX DPR Irma Suryani meminta Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menunda penerapan kebijakan Kelas Rawat Inap Standar (KRIS) untuk peserta BPJS Kesehatan. 

Diketahui, pemerintah berencana menghapus layanan kelas BPJS Kesehatan. Sebagai gantinya, pemerintah akan menggantinya dengan kebijakan KRIS mulai 1 Juli 2025. 

"Saya minta pikirkan baik-baik, lakukan evaluasi, benerin yang kami omongin hari ini. Kemudian baru laksanakan, jangan dipaksakan nanti gaduh pak," kata Irma dalam Raker bersama Kemenkes, BPJS Kesehatan dan DJSN di DPR RI, Kamis (6/6). 


Menurut Irma, penerapan KRIS akan menghadapi banyak tantangan terutama kaitanya kesiapan rumah sakit di daerah. 

Apalagi, salah satu kriteria dalam penerapan KRIS adalah menstandarkan jumlah tempat tidur menjadi terbatas 4 tempat tidur saja. Dengan kriteria ini bisa berdampat pada banyaknya pasien yang tidak tertangani dengan dalih minimnya ruang rawat inap. 

"Kenyataannya sekarang rumah sakit belum siap. Kami ini di daerah kami punya dapil, kami tahu persis dengan 12 per kamar saja tidak tertampung, banyak sekali masyarakat yang tidak bisa masuk RS karena rawat inap, jadi jangan ngegampangin," jelas dia. 

Baca Juga: Pokja Penerapan KRIS Dibentuk, Besaran Iuran dan Tarif KRIS BPJS Segera Ditentukan

Senada, Anggota Komisi IX DPR RI Edy Wuryanto mengingatkan pemerintah untuk berhati-hati dalam menerapkan kebijakan KRIS ini. 

Ia melihat kebijakan KRIS ini akan berdampak signifikan terhadap pengurangan ketersediaan tempat tidur di rumah sakit. Dampaknya, peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) bisa berpotensi kehilangan akses dan fasilitasnya. 

"Hitungan saya potensi kehilangan (tempat tidur rumah sakit) ada 125.000 tempat tidur. Itu yang saya anggap menurunkan akses orang ketika sakit tapi tempat tidur tidak ada," jelas Edy. 

Terlebih hingga kini, pemerintah juga masih belum menetapkan uuran, dengan dalih masih dilakukan perhitungan aktuaris. Kemudian, kabar yang beredar di masyarakat iuran BPJS akan dirubah menggunakan skema tunggal tanpa kelas. 

Edy meminta pemerintah untuk segera menjawab kabar simpang siur soal tarif dan iuran ini guna memberikan kepastian kepada publik.  

"Kalau iuran betul satu harga maka akan membiaskan prinsip gotong royong di JKN. Ini juga bisa berpotensi menurunkan pendapatan iuran JKN,” tuturnya. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Khomarul Hidayat