KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pembahasan rancangan undang-undang pertanahan masih belum rampung. Hingga kini masih terdapat perbedaan pendapatan dari internal pemerintah terkiat pembahasan RUU Pertanahan. Wakil Ketua Komisi IV Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Viva Yoga Mauladi menyebutkan, perbedaan pendapat itu karena terdapat pasal-pasal yang dinilai bertentangan dengan UU yang telah ada, seperti UU nomor 41 tahun 1999 tentang Kehutanan dan UU nomor 32 tahun 2014 tentang Kelautan. "Yang tidak setuju dengan pasal-pasal RUU Pertanahan antara lain Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Kementerian Kelautan dan Perikanan," kata Viva, Minggu (21/7).
Dia mengatakan, RUU Pertanahan ini jangan sampai menimbulkan kecurigaan publik. Terlebih, ketika salah satu anggota panitia kerja (panja) RUU Pertanahan, Henry Yosodiningrat, meminta agar pengesahan RUU Pertanahan ditunda karena masih terdapat sejumlah masalah. Selain itu, kata dia, isi dan pasal dalam RUU Pertanahan tidak membedakan antara pembaruan agraria dengan pengelolaan sumber daya alam. Padahal dalam TAP MPR No. IX/MPR/2001 mengatur secara berbeda antara Pembaruan Agraria dengan Pengelolaan Sumber Daya Alam. "Jadi, isi dan pasal di RUU Pertanahan kenyataannya tidak semakin memperbarui dan menjelaskan isi UU Pokok Agraria dan Tap MPR No IX/ 2001, malah menjadi beban baru yang semakin menambah atau memperpanjang konflik agraria," tutur dia.