JAKARTA. Anggota DPR terpilih sebaiknya tidak ditunjuk menjadi menteri di dalam Kabinet Jokowi-Jusuf Kalla untuk periode 2014-2019. Hal itu diungkapkan oleh konsultan komunikasi politik, AM Putut Prabantoro, ketika ditanya soal kriteria menteri yang diperlukan bagi Kabinet Pemerintah 2014 -2019, di Jakarta, Minggu (3/8). Menurutnya, pandangan tersebut terkait dengan komitmen pemerintahan Jokowi-JK yang ingin program Revolusi Mental dijalankan secara konsisten. Alasannya adalah, kedudukan sebagai anggota DPR tidak lebih rendah dari jabatan menteri yang hanya merupakan pembantu presiden. Dalam Revolusi Mental maka harus dihapuskan kesan bahwa jabatan menteri lebih tinggi daripada jabatan anggota DPR.
Menurut Putut Prabantoro, ketika mengajukan menjadi caleg, seseorang biasanya menawarkan diri dan baru kemudian direkomendasi oleh partai. Sangat jarang bahwa seorang caleg dipilih oleh partai karena track recordnya kecuali petahana (inkumben). Dalam upaya menarik perhatian dan sekaligus kemungkinan dipilih oleh calon konstituennya, para caleg biasanya menawarkan berbagai program kerja yang diharapkan menjadi daya tarik. “Program-program itu wajib dilaksanakan oleh anggota DPR terpilih baik yang baru ataupun petahana. Bahkan petahana memiliki kewajiban moral yang lebih karena bisa jadi, program yang dalam periode sebelumnya, belum terlaksana,” ujar Putut dalam rilisnya. Selain itu, Anggota DPR, lanjut Putut, terikat secara moral kepada para pemilihnya. Sehingga menjadi kewajiban bagi para anggota DPR terpilih untuk benar-benar memperhatikan serta tidak mengecewakan para pemilihnya. Anggota DPR juga bertanggung jawab kepada daerah yang diwakili, yang sebelumnya adalah daerah pemilihannya (DAPIL). Sehingga dalam kondisi seperti itu, kata Putut, anggota DPR harus meminta izin dahulu dari daerah pilihannya, jika memang yang bersangkutan ditunjuk menjadi seorang menteri.