JAKARTA. Anggota Komite Ekonomi Nasional (KEN) Christianto Wibisono meminta pemerintah dan Bank Indonesia berhati-hati dalam melaksanakan redenominasi atau penyederhanaan mata uang rupiah. Jika dilakukan, berdasarkan pengalaman masa lalu, harga-harga tetap sulit dikendalikan sehingga menimbulkan gejolak ekonomi. Pemerintah pernah melakukan kebijakan serupa pada tahun 1959: uang rupiah menciut dari Rp 1000 jadi Rp 100, dan Rp 500 menjadi Rp 50. Kemudian kebijakan serupa dilakukan pada tahun 1965: uang Rp 1000 menjadi Rp 1. “sekarang pakai istilah redenominasi, tetap harus hati-hati. Buat rakyat yang masih ingat, ngertinya duit seribu jadi seperak,” kata Christianto kepada KONTAN. Christianto mencatat, penyederhanaan mata uang dilakukan pada tahun 1065 dilakukan pada 13 Desember 1965, lalu terjadi guncangan ekonomi sehingga pada 11 Maret 1966 bung Karno lengser dari kekuasaannya. Saat itu harga-harga di pasar sulit dikendalikan. Harga bensin dari Rp 4 per liter menjadi Rp 250 per liter, lalu naik lagi dari Rp 250 jadi Rp 1000 per liter. Kenaikan tersebut terjadi dalam tempo dua bulan dari Desember hingga Februari. “Barang terus menerus naik, mustinya harganya dibekukan oleh pemerintah agar harga tidak terus terusan naik,” tutur Christianto.
Anggota KEN: Pemerintah hati-hati memotong rupiah
JAKARTA. Anggota Komite Ekonomi Nasional (KEN) Christianto Wibisono meminta pemerintah dan Bank Indonesia berhati-hati dalam melaksanakan redenominasi atau penyederhanaan mata uang rupiah. Jika dilakukan, berdasarkan pengalaman masa lalu, harga-harga tetap sulit dikendalikan sehingga menimbulkan gejolak ekonomi. Pemerintah pernah melakukan kebijakan serupa pada tahun 1959: uang rupiah menciut dari Rp 1000 jadi Rp 100, dan Rp 500 menjadi Rp 50. Kemudian kebijakan serupa dilakukan pada tahun 1965: uang Rp 1000 menjadi Rp 1. “sekarang pakai istilah redenominasi, tetap harus hati-hati. Buat rakyat yang masih ingat, ngertinya duit seribu jadi seperak,” kata Christianto kepada KONTAN. Christianto mencatat, penyederhanaan mata uang dilakukan pada tahun 1065 dilakukan pada 13 Desember 1965, lalu terjadi guncangan ekonomi sehingga pada 11 Maret 1966 bung Karno lengser dari kekuasaannya. Saat itu harga-harga di pasar sulit dikendalikan. Harga bensin dari Rp 4 per liter menjadi Rp 250 per liter, lalu naik lagi dari Rp 250 jadi Rp 1000 per liter. Kenaikan tersebut terjadi dalam tempo dua bulan dari Desember hingga Februari. “Barang terus menerus naik, mustinya harganya dibekukan oleh pemerintah agar harga tidak terus terusan naik,” tutur Christianto.