KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Subsidi pemerintah untuk sektor energi melonjak signifikan pada 2018. Selama tahun lalu, realisasi subsidi energi tercatat sebesar Rp 153,5 triliun atau setara 162,4% dari target APBN sebesar Rp 94,5 triliun. Subsidi energi tersebut terbagi atas realisasi subsidi BBM dan LPG sebesar Rp 97 triliun. Realisasi subsidi energi BBM mencaapai 207% dari anggaran. Sementara, subsidi listrik mencapai 118,6% dari anggaran, dimana realisasinya sebesar Rp 56,5 triliun. Anggota Komisi VII DPR Fraksi Partai Nasdem Kurtubi mengatakan, melonjaknya subsidi energi tersebut merupakan hal yang wajar. Pasalnya, volume dan harga BBM selama 2018 juga mengalami kenaikan. Sementara pada periode yang sama, produksi minyak dalam negeri turun. Untuk memenuhi kebutuhan volume impor minyak mentah meningkat di saat harga sedang tinggi-tingginya.
"Harga minyak yang diperkirakan dalam APBN itu tidak sesuai dengan realisasi. Ini berdampak pada biaya pengadaan minyak mentah dan BBM, Jadi otomatis kalau harga minyak naik, subsidi juga naik," ujarnya. Dalam asumsi makro 2018, pemerintah menetapkan harga minyak sebesar US$ 48 per barel. Sementara, berdasarkan catatan Kementerian Keuangan, realisasi harga minyak mentah Indonesai di 2018 mencapai Rp 67,5 per dollar AS. Menurut Kurtubi, tambahan subsidi energi terjadi karena adanya kebijakan BBM satu harga. "Dengan kebijakan BBM satu harga, daerah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T) yang tadinya tinggi, sementara sekarang disuplai Pertamina dengan harga yang sama. Sementara, ongkos distribusinya sangat mahal,"jelasnya. Kurtubi memperkirakan, subsidi energi, khususnya subsidi BBM di tahun ini akan mengalami peningkatan dari sisi volume. Ini disebabkan konsumsi BBM yang meningkat lantaran adanya pertambahan penduduk dan pertumbuhan ekonomi.