KONTAN.CO.ID - SEOUL. Anggota parlemen Korea Selatan (Korsel) pada Rabu mendesak pemakzulan Presiden Yoon Suk Yeol setelah ia mengumumkan darurat militer yang dicabut beberapa jam kemudian. Langkah mendadak ini memicu krisis politik terbesar dalam beberapa dekade di negara tersebut. Deklarasi darurat militer diumumkan pada Selasa malam, diikuti upaya Yoon untuk melarang aktivitas politik dan menyensor media. Parlemen menolak langkah ini, bahkan anggota parlemen menggunakan alat pemadam kebakaran untuk mencegah pasukan masuk ke gedung parlemen. Koalisi partai oposisi menyatakan akan mengusulkan RUU pemakzulan dalam 72 jam. "Parlemen harus fokus untuk segera menangguhkan bisnis presiden untuk meloloskan RUU pemakzulan secepatnya," ujar Hwang Un-ha, anggota parlemen oposisi.
Baca Juga: Parlemen Korea Selatan Bersiap Pemakzulan Presiden Yoon Usai Darurat Militer Dicabut Yoon beralasan darurat militer diperlukan untuk mempertahankan negara dari ancaman Korea Utara dan pasukan anti-negara. Namun, ia tidak menyebutkan ancaman spesifik. Dalam beberapa jam, parlemen Korea Selatan, dengan 190 dari 300 anggotanya hadir, meloloskan mosi yang memaksa pencabutan darurat militer. Bahkan 18 anggota partai Yoon mendukung mosi ini. Presiden kemudian mencabut deklarasi tersebut. Aksi ini disambut sorak sorai pengunjuk rasa di luar gedung parlemen. “Kami menang!” seru mereka, disertai tabuhan drum. Koalisi Serikat Pekerja Korea menyerukan mogok kerja hingga Yoon mengundurkan diri. Ribuan anggota serikat berencana menggelar aksi di pusat kota Seoul. Perusahaan besar seperti Naver Corp dan LG Electronics Inc mengimbau karyawan bekerja dari rumah.
Baca Juga: Presiden Korea Selatan Yoon Suk Yeol Akan Cabut Status Darurat Militer Bursa Saham Korea Selata turun 2% pada Rabu pagi, sementara nilai won stabil di level 1.418 terhadap dolar. Kementerian Keuangan berjanji menyuntikkan likuiditas untuk menstabilkan pasar. Bank of Korea mengadakan pertemuan luar biasa untuk menangani krisis ini. Setelah deklarasi darurat militer, militer Korsel menyatakan parlemen dan partai politik akan dilarang, serta media akan berada di bawah kendali komando militer. Oposisi Partai Demokrat meminta Yoon mengundurkan diri atau menghadapi pemakzulan. “Bahkan jika darurat militer dicabut, dia tidak dapat menghindari tuduhan pengkhianatan,” kata Park Chan-dae, anggota senior Partai Demokrat. Pemakzulan presiden memerlukan persetujuan dua pertiga anggota parlemen dan pengesahan oleh enam dari sembilan hakim pengadilan konstitusi.
Baca Juga: Presiden Korea Selatan Yoon Suk Yeol Tiba-Tiba Deklarasikan Darurat Militer, Ada Apa? Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken menyambut pencabutan deklarasi darurat militer dan berharap perselisihan politik dapat diselesaikan secara damai. Krisis ini menjadi sorotan internasional, mengingat Korea Selatan adalah sekutu utama AS dan ekonomi besar di Asia.
Yoon, yang menjabat sejak 2022, mengalami penurunan popularitas akibat kebijakan ekonomi dan skandal. Partai Kekuatan Rakyatnya kalah dalam pemilu parlemen, memberi oposisi kendali mayoritas di parlemen. Sejak berdirinya Republik Korea pada 1948, telah terjadi lebih dari selusin deklarasi darurat militer. Insiden terakhir pada 1980 terjadi di bawah Chun Doo-hwan untuk memadamkan gerakan demokrasi.
Editor: Noverius Laoli