Angin segar pertumbuhan global bagi ekonomi dalam negeri



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Membaiknya pertumbuhan ekonomi global diharapkan menjadi stimulus bagi pertumbuhan ekonomi dalam negeri. Dengan begitu, bukan tidak mungkin target pertumbuhan ekonomi tahun ini sebesar 5,4% seperti dalam APBN 2018 bisa tercapai.

Selain dukungan dari ekonomi global, laju ekonomi juga didorong oleh kondisi ekonomi domestik yang juga pulih. Optimisme ini timbul setelah International Monetary Fund (IMF) atau Dana Moneter Internasional merevisi naik prediksi pertumbuhan ekonomi dunia tahun ini dari 3,7% menjadi 3,9%.

Naiknya proyeksi ini sejalan dengan momentum pertumbuhan ekonomi dunia dan ekspektasi dampak dari kebijakan pemangkasan pajak  di Amerika Serikat (AS). Dalam laporan World Economic Outlook (WOE), IMF menyatakan pemangkasan pajak AS berperan terhadap setidaknya separuh peningkatan pertumbuhan ekonomi dunia. 


"Dampaknya terhadap ekonomi AS diprediksi bakal positif hingga 2020, secara kumulatif naik 1,2% hingga tahun tersebut," tulis laporan IMF yang dipublikasikan di Washington, Senin (22/1).

Bagi Indonesia, kebijakan tersebut akan mendorong kinerja ekspor. Apalagi AS merupakan negara tujuan ekspor terbesar kedua setelah China. Ekspor ke AS tahun 2017 mencapai US$ 17,14 miliar, tumbuh 9,3% dari 2016. 

Chief Economist IMF Maury Obstfeld menuliskan, pertumbuhan ekonomi di negara berkembang dan negara yang pasarnya tengah berkembang (emerging market) bisa mencapai 4,9% tahun ini, naik dari estimasi tahun 2017 yang sebesar 4,7%.

Indonesia sebagai anggota emerging market juga akan menikmati keuntungan tersebut. Secara khusus, laju ekonomi ASEAN-5, di antaranya Indonesia, Malaysia, Filipina, Thailand, dan Vietnam diprediksi akan mencapai 5,3% pada tahun 2018. 

Gubernur Bank Indonesia (BI) Agus Martowardojo sepakat jika ekonomi global tahun ini memberi angin segar bagi perekonomian nasional. Menurutnya, tantangan perekonomian Indonesia tahun ini justru berasal dari dalam negeri, yakni inflasi dan kondisi politik karena adanya pilkada serentak. 

Inflasi tahun ini berpotensi naik karena tekanan harga minyak. Sedangkan suhu politik diperkirakan meningkat, menjadikan investor wait and see. "Sebenarnya pilkada tidak perlu dikhawatirkan. Di sejarah kita empat tahun ini, Pilkada selalu ada bahkan ada Pilpres, tidak perlu khawatir," terang, Selasa (23/1).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Wahyu T.Rahmawati