KONTAN.CO.ID - TOKYO. Jumlah kasus bunuh diri di Jepang mengalami peningkatan di tengah tekanan utang dan kenaikan biaya hidup yang semakin tinggi. Tindakan keras pemerintah terhadap industri pinjaman telah menyebabkan gangguan akses kredit di Negeri Sakura itu. Melansir laporan
Bloomberg, Senin (23/12), kasus bunuh diri terkait utang di Jepang melonjak menjadi 792 pada tahun 2023. Angka ini merupakan yang tertinggi sejak tahun 2012. Masalah utang akibat pinjaman dari berbagai sumber disebut sebagai faktor utama yang menyebabkan semakin banyak orang mengakhiri hidupnya,. Fenomena ini semakin mengkhawatirkan. Pasalnya, lonjakan biaya hidup dan kenaikan suku bunga telah membuat k warga Jepang mendapati diri mereka terjebak dalam siklus utang yang sulit diputus.
Orang-orang semakin banyak berutang di beberapa ekonomi terbesar dunia, tetapi gaji yang relatif rendah di Jepang membuat masalah ini menjadi lebih parah di Jepang. Rata-rata upah di Jepang pada tahun 2023 sekitar US$ 47.000, jauh tertinggal dibandingkan sekitar US$ 80.000 di AS, menurut data OECD. "Masih ada perusahaan di mana upah tetap rendah, dan perusahaan-perusahaan ini tidak mampu mengikuti kenaikan harga," kata Takuya Hoshino, kepala ekonom di Dai-ichi Life Research Institute.
Baca Juga: Honda akan Bangun Pabrik Sistem Fuel Cell Baru di Jepang Akibatnya, lebih dari 70.000 orang di Jepang telah mengajukan kebangkrutan individu pada tahun 2023, menurut laporan pemerintah. Shigeki Kimoto, seorang pengacara di Shinwa Law Office di Tokyo, mengatakan bahwa data pengadilan dari Januari hingga Oktober menunjukkan angka tersebut mungkin naik menjadi antara 75.000 hingga 80.000 tahun ini. Kondisi ini membuat pinjaman konsumen di Jepang telah meningkat pada tingkat tertinggi dalam 16 tahun terakhir. Rata-rata utang rumah tangga mencapai ¥ 56,55 juta pada tahun 2023, melampaui pendapatan tahunan rata-rata. Situasi ini diperburuk oleh suku bunga pinjaman konsumen yang berkisar antara 14%-16%, bahkan beberapa mencapai 18%. Hal ini semakin membebani kemampuan warga untuk melunasi utang mereka. Bank of Japan (BOJ) menyatakan bahwa peningkatan kepemilikan rumah di kalangan anak muda membuat mereka lebih rentan terhadap pembayaran bunga yang lebih besar. Anak muda menjadi korban dari krisis. Rata-rata utang rumah tangga yang dipimpin oleh individu di bawah usia 29 tahun hampir tiga kali lipat dalam satu dekade terakhir, mencapai ¥ 59,92 juta pada tahun 2023. Iklan pinjaman di media sosial seperti TikTok semakin mendorong generasi muda untuk meminjam uang tanpa pertimbangan yang matang.
Baca Juga: Jepang Temukan Harta Karun Senilai Rp 421,3 Triliun, Masa Depan Negeri Sakura Cerah! Faktor literasi keuangan yang rendah turut memperparah masalah ini. Survei menunjukkan bahwa warga Jepang memiliki pemahaman yang lebih rendah tentang konsep dasar keuangan dibandingkan warga AS dan negara-negara Eropa.
Masalah ini menyoroti pentingnya intervensi segera dari pemerintah dan lembaga keuangan untuk mencegah lebih banyak nyawa melayang akibat tekanan utang. Edukasi keuangan, bantuan psikologis, dan perlindungan konsumen harus menjadi prioritas dalam menangani krisis ini. Jika tidak diatasi dengan cepat, lonjakan angka bunuh diri akibat tekanan utang berpotensi menjadi krisis kemanusiaan yang lebih dalam di salah satu ekonomi terbesar di dunia ini.
Editor: Dina Hutauruk