Angka kemiskinan di 2015 diprediksi bertambah



JAKARTA. Angka kemiskinan per September 2014 sebesar 10,96%, hanya turun tipis dari setahun sebelumnya 11,11%. Ke depan, dengan tingginya inflasi dan pencabutan subsidi premium, angka kemiskinan berpotensi bertambah.

Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan jumlah penduduk miskin per September 2014 mencapai 27,73 juta jiwa, turun 2,89% dibanding dengan setahun sebelumnya. Penduduk miskin terbanyak di Pulau Jawa, dan sebaran terbesar di Maluku-Papua.

BPS menghitung angka kemiskinan ini dengan batasan garis kemiskinan secara nasional (perkotaan dan pedesaan) rata-rata Rp 312.328 per kapita per bulan. Angka ini tumbuh 6,61% dari setahun sebelumnya, Rp 292.951 per kapita per bulan. Artinya, BPS memandang orang yang hidup di bawah garis kemiskinan adalah dengan pengeluaran harian Rp 10.410,93.


Kepala BPS Suryamin menjelaskan, kenaikan garis kemiskinan sudah sesuai perkembangan inflasi. Adapun penyebab penurunan jumlah kemiskinan antara lain terjadinya kenaikan upah harian pada buruh tani dan buruh bangunan. "September 2014, rata-rata upah buruh tani Rp 44.833, naik dari Maret 2014 Rp 44.125; upah buruh bangunan naik dari Rp 75.961 menjadi Rp 76.991," jelas Suryamin, Jumat (2/1).

Tapi Lana Soelistyaningsih, ekonom Samuel Asset Manajemen, memprediksi, angka kemiskinan akan bertambah pada 2015 ini. Soalnya, November lalu terjadi kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM). Lalu, meski harga BBM kembali turun mulai 1 Januari 2015, tapi harga-harga barang dan jasa seperti tarif angkutan tidak ikut turun.

Selain itu, rencana kenaikan tarif dasar listrik juga ikut berpengaruh terhadap daya beli masyarakat miskin. Apalagi, rencananya, kenaikan tarif akan diberlakukan untuk golongan masyarakat yang pengguna listrik 450 volt ampere (VA) hingga 900 VA. "Kalau subsidi saja yang dikurangi tak begitu berpengaruh, tapi kenaikan tarif listrik memberikan pengaruh lebih besar," ujar Lana.

Kenaikan tarif dasar listrik akan mendorong tingkat inflasi bagi masyarakat. Jika tingkat inflasi meningkat, maka garis kemiskinan juga akan ikut naik. Nah, hal ini akan menyebabkan lebih banyak masyarakat, yang sebelumnya berada di atas garis kemiskinan dan rentan miskin, turun ke bawah garis kemiskinan.

Jumlah pengangguran juga diperkirakan bakal ikut bertambah. Sebelumnya, pemerintahan Jokowi menargetkan jumlah pengangguran sebesar 5% di tahun 2015. Tapi, kata Wakil Presiden Jusuf Kalla, jika ekonomi tumbuh 7%, jumlah warga miskin dan pengangguran bisa diturunkan jadi hanya 5% pada 2019.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Hendra Gunawan