Angka Pengangguran Negeri Sakura Melonjak 4,4%



TOKYO. Tingkat pengangguran Jepang di bulan Desember terus melonjak. Pemicunya, anjloknya tingkat ekspor membuat sejumlah perusahaan memangkas produksi dan jumlah armada kerjanya. Hal ini mengindikasikan anggaran belanja konsumen akan mengalami penurunan tajam.

Asal tahu saja, berdasarkan data biro statistik Jepang, tingkat pengangguran di Negeri Sakura itu mengalami kenaikan sebesar 4,4% dari sebelumnya 3,9% di bulan November. Sementara, nilai tengah atas prediksi 35 ekonom yang disurvei Bloomberg mematok angka 4,1%.

Memang, manufaktur di Jepang mulai dari Sony Corp hingga Toyota Motor Corp sudah mulai mengurangi tingkat produksinya akibat melorotnya tingkat ekspor. Alhasil, itu berdampak pada pemecatan karyawan. Pemerintah Jepang mengatakan, memburuknya sektor manufaktur bisa membuat angka pengangguran semakin tinggi lagi.


"Kita akan melihat lagi keterpurukan yang lebih dalam di pasar tenaga kerja," kata Yoshiki Shinke, senior economist Dai-Ichi Life Research Institute di Tokyo. Dia menambahkan, bakal banyak perusahaan yang akhirnya menyadari bahwa dibutuhkan PHK karyawan untuk menghemat biaya operasional. "Sudah pasti kebijakan itu akan semakin memperlemah anggaran belanja konsumen dan memperburuk resesi yang terjadi saat ini," paparnya.

Menurut data yang dirilis Departemen Tenaga Kerja Jepang hari ini, rasio lapangan pekerjaan yang tersedia bagi setiap pelamar kerja melorot ke level terendah dalam 11 bulan terakhir menjadi 0,72. Angka ini merupakan yang paling rendah sejak November 2003.

Beberapa data lain yang dirilis hari ini juga menunjukkan kondisi yang tidak menyenangkan. Japan Manufacturing Outsourcing Association pada minggu ini merilis data, sekitar 400.000 pekerja non regular akan kehilangan mata pencahariannya pada akhir Maret. Angka tersebut lima kali lebih tinggi dibanding prediksi bulan Desember yang dipatok oleh Departemen Tenaga Kerja.

Selain itu, jumlah iklan lowongan pekerjaan juga turun 28,7% pada bulan lalu. Menurut Association of Job Journals Jepang, angka ini merupakan penurunan paling tajam sejak 1992.

Editor: Barratut Taqiyyah Rafie