Angkasa Pura II proyeksikan kinerja industri penerbangan baru pulih pada 2023-2024



KONTAN.CO.ID -  JAKARTA. Pandemi Covid-19 yang belum tuntas membuat industri penerbangan Indonesia masih mengalami turbulensi. Kondisi ini juga turut dialami oleh PT Angkasa Pura II (Persero), BUMN yang bergerak di bidang pelayanan jasa kebandarudaraan dengan fokus di area Indonesia bagian barat.

Wakil Direktur Utama Angkasa Pura II Edwin Hidayat mengamini, kinerja industri penerbangan termasuk bandar udara (bandara) masih akan sulit di tahun ini. Apalagi, di tengah lalu lintas (traffic) penumpang dan pergerakan pesawat yang masih minim, komponen biaya tetap (fixed cost) terus berjalan.

"Memang menantang dalam efisiensi fixed cost, meski variabelnya sudah banyak yang dipangkas, tapi efisiensi tidak gampang. Revenue dari aeronautika dan non-aeronautika juga tergantung dari pergerakan pesawat dan penumpang," kata Edwin dalam wawancara bersama KONTAN, Senin (30/8).


Merujuk pada laporan keuangan yang diterbitkan di Bursa Efek Indonesia, kinerja keuangan Angkasa Pura (AP) II cukup menukik pada semester pertama 2021. Pendapatan usaha AP II merosot 13,7% dari Rp 3,21 triliun pada Semester I-2020 menjadi Rp 2,77 triliun.

Baca Juga: Angkasa Pura Properti cari mitra strategis kembangkan kawasan bandara Yogyakarta

AP II membukukan pendapatan yang berasal dari segmen aeronautika sebesar Rp 942,7 miliar pada enam bulan pertama 2021. Turun 29,8% dibandingkan semester I-2020 yang sebesar Rp 1,34 triliun. Pendapatan dari segmen bersumber dari jasa pelayanan penumpang, jasa pendaratan, pemakaian counter, pemaikaian aviobridge, jasa penempatan, dan jasa parking surcharge

Sedangkan pendapatan dari non-aeronautika turun tipis dari Rp 1,87 triliun menjadi Rp 1,83 triliun pada Semester I-2021. Jasa dari segmen ini bersumber dari konsesi, sewa ruangan, utilitas, pemasangan reklame, parkir kendaraan, sewa tanah, pelayanan kargo, dan lainnya. Khusus pelayanan kargo, terjadi kenaikan yang cukup signifikan, yakni 43% dengan raihan Rp 384,09 miliar.

Dari sisi buttom line, merosotnya pendapatan turut membuat kerugian AP II membengkak. Sepanjang semester I-2021, AP II membukukan rugi yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk sebanyak Rp 1,6 triliun atau melonjak 91,5% dari peri0de yang sama tahun lalu, sebesar Rp 838,26 miliar.

"Memang nggak gampang untuk meningkatkan pendapatan bandara ketika pesawat dan penumpang jumlahnya turun banyak. Sementara biaya lebih didominasi oleh fixed cost terutama untuk tiga hal, security dan safety penumpang yang nggak bisa ditawar, serta pelayanan yang wajib dipenuhi," terang Edwin.

Sebagai gambaran, untuk bandara terbesar, yakni Soekarno-Hatta, pada akhir 2020 traffic penumpang sebenarnya sudah berangsur naik bahkan mencapai 60.000-70.000 penumpang per hari.  Namun, dengan adanya larangan mudik Idul Fitri yang berlanjut pada penerapan PPKM darurat, trafik penumpang kembali anjlok menjadi 20.000-25.000 penumpang per hari.

"Waktu Desember sudah sampai 3 juta sebulan, sekarang tinggal 1 juta lagi. Penerbangan itu sudah hampir 40% dari normal di akhir tahun lalu, sekarang tinggal 15%-20% dari normal," terang Edwin.

Dia menegaskan, pengendalian pandemi covid-19 dan kebijakan pemerintah terkait mobilitas masyarakat akan sangat menentukan industri penerbangan. Kondisi ini pun membuat pergeseran musim ramai penumpang.

Biasanya siklus penumpang mulai ramai ketika masa Natal dan tahun baru (Nataru), kemudian melandai di Februari-April. Lalu dari Mei-Agustus traffic penumpang terangkat dengan adanya libur lebaran, musim haji hingga masa libur sekolah. September-November kembali merosot, dan naik lagi pada bulan Desember.

"Kami biasanya bergerak dalam pola itu. Sekarang kan nggak bisa. bulan-bulan kemarin waktunya panen tapi ada larangan mudik, lanjut PPKM. Apakah ke depan akan mengikuti tren sebelumnya? belum tentu juga, tergantung kasus pandemi dan kebijakan pemerintah," kata Edwin.

Oleh sebab itu, dia pun tak menampik bahwa kinerja tahun ini masih akan sulit. Sedangkan untuk tahun depan, diperkirakan mulai naik meski belum berubah signifikan. Pemulihan untuk penerbangan domestik ditaksir baru membaik pada pertengahan tahun 2023. 

Kemudian berlanjut ke pemulihan penerbangan internasional pada 2024. Kata Edwin, proyeksi serupa juga disampaikan International Air Transport Association (IATA) dan Indonesia National Air Carriers Association (INACA).

"Sampai akhir tahun ini masih berat. Jadi sampai sekarang belum ada perubahan proyeksi bahwa recovery mulai tahun depan, 2023 mulai baik di domestik, 2024 pertengahan sama dengan 2018 (sebelum pandemi)," ungkap Edwin.

Untuk menjaga kinerja, Edwin memastikan pihaknya terus menjalankan sejumlah inisiatif dan strategi efisiensi. Termasuk bersinegeri dengan BUMN lainnya yang terkait dengan aviasi dan pariwisata. Menurutnya, strategi ini menitikberatkan pada empat hal. Yakni cash management, efisiensi opex, optimalisasi capex dan membangun sumber pendapatan baru.

"Kami membangun new revenue stream, yang bisa kami garap. Ini mulai dengan program-prorgam kreatif untuk revenue non-tradisional. Cash management dan efisiensi opex pun sudah berjalan," imbuhnya.

Selanjutnya: Tarif tes PCR di Bandara Soekarno-Hatta turun jadi Rp 495.000

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Khomarul Hidayat