Antam dan Inco Pangkas Produksi Tahun Depan



JAKARTA. Sudah beberapa waktu ini, harga nikel terus anjlok di pasar global. Penurunan harga produk tambang ini memaksa para penambangnya mengubah target produksi serta pendapatannya mulai akhir tahun ini hingga tahun depan.

Tanyakan saja kepada PT Aneka Tambang (Antam) Tbk dan PT International Nickel Indonesia Tbk (INCO). Antam, misalnya, akan menurunkan target produksi nikel tahun depan. Emiten pertambangan ini berencana hanya akan memproduksi 12.000 ton nikel sepanjang 2009. Jumlah ini turun 29,41% ketimbang target produksi tahun ini. "Itu karena kami akan memperbaiki pabrik FeNi III pada kuartal I 2009," kata Direktur Utama Antam Alwin Syah Loebis dalam paparan di Investor Summit 2008, kemarin.

Saat ini, pabrik FeNi III baru beroperasi 80% dari total kapasitasnya. Usai perbaikan, Antam berharap pabrik ini bisa berproduksi mencapai 92%-93% dari total kapasitas terpasang.


Manajemen INCO juga memilih menempuh cara yang sama. Inco berniat memangkas produksi nikel mulai awal kuartal keempat tahun ini dan 2009, akibat harga nikel lagi anjlok. Tahun ini, target produksi INCO adalah sebanyak 77.000 ton nikel dalam matte. Sedangkan tahun depan jumlahnya turun 20% menjadi 57.750 ton.

Penurunan itu juga buat menekan biaya produksi. "Awal bulan ini kami sudah mematikan sejumlah mesin pembangkit listrik," kata Indra.

Soal belanja modal, tahun depan, Antam menganggarkan belanja modal Rp 3,03 triliun. Mereka akan menggunakan Rp 427 miliar untuk belanja rutin, Rp 1,02 triliun untuk pembiayaan (deferred expense), dan Rp 1,5 triliun untuk pengembangan usaha. "Kebutuhan dana ini akan dipenuhi dari kas internal," timpal Sekretaris Perusahaan Antam Bimo Budi Satriyo.

Nah, untuk menghemat anggaran, emiten pemilik kode ANTM ini juga membatalkan rencana membeli ladang tambang dan mengakuisisi perusahaan tambang. Sebagai contoh, ANTM tak jadi membeli tambang emas Martabe, Sumatera Utara,  karena aksi korporasi itu memakan biaya besar. "Untuk 10% saham saja harga belinya sekitar US$ 66 juta," kata Alwin. Perusahaan ini juga batal membeli saham Herald Resources  karena saat ini harga seng dan timah hitam makin melorot..

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: