JAKARTA. PT Aneka Tambang (Antam) akan mengajukan tambahan kuota ekspor nikel kadar rendah sejumlah 3,7 juta ton kepada Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Saat ini pihaknya masih melakukan evaluasi untuk memilih tim verifikator independen. Pelaksana Harian (Plh) Sekretaris Perusahaan Antam, Aprilandi Hidayat Setia mengatakan sebelum melaksanakan pengajuan penambahan kuota ekspor, saat ini pihaknya sedang melakukan evaluasi internal dan pararel sebagai rencana pemilihan tim verifikator independen. Seperti diketahui, Kementerian ESDM telah memilih Surveyor Indonesia, PT Sucofindo dan PT Rekayasa Industri sebagai tim verifikator independen yang berwenang melakukan evaluasi pembangunan smelter untuk enam bulan sekali. "Untuk kuotanya (3,7 juta ton) kita juga sedang evaluasi. Kita sedang pertimbangkan progres atas proyek yang akan dilaksanakan nantinya," terangnya kepada KONTAN, Senin (19/6). Saat ini Antam telah mendapatkan restu ekspor mineral mentah berkapasitas 2,7 juta ton. Rinciannya, nikel kadar rendah 2,7 juta ton dan bauksit 850.000 ton per tahun. Adapun saat ini kuota ekspor yang sudah berjalan di antaranya 165.000 ton untuk tiga kapal nikel kadar rendah. Dan, 55.000 untuk satu kapal bijih bauksit. Dalam pengajuan ekspor nikel yang lalu, pihak Antam mengajukan smelter Pomala yang akan di review tiap enam bulannya oleh tim verifikator independen. Untuk penambahan jumlah kuota 3,7 juta ton. Antam akan mencantumkan pembangunan smelter di Halmahera Timur (Haltim). "Kita akan ajukan rencana pembangunan smelter yg di Haltim, Maluku Utara," terangnya. Asal tahu saja, rencana pembangunan smelter Haltim Line 1 ditargetkan selesai pada akhir tahun 2018 dengn operasi komersial tahun 2019 dengan kapasitas 13.500 ton per tahun. Direktur Pembinaan Pengusahaan Mineral Kementerian ESDM Bambang Susigit mengatakan meskipun pemberian rekomendasi bisa dilakukan hanya berdasarkan rencana pembangunan fasilitas pemurnian (smelter) setelah ada tim verifikator independen, evaluasi yang bakal dilakukan setiap enam bulan sekali akan menyulitkan perusahaan yang tidak serius. "Kalau sekarang misalnya administrasi segala macem sudah selesai, tapi dalam enam bulan enggak ada progres kan rekomendasinya bisa dicabut. Itu yang bakal jadi pertimbangan," katanya kepada KONTAN, Senin (19/6). Menurutnya, apabila rekomendasi ekspornya dicabut, sementara kontrak jual belinya telah diteken untuk jangka panjang, maka kerugian justru bakal dialami perusahaan yang bersangkutan. Oleh karena itu, hingga saat ini pun belum banyak perusahaan yang mengajukan permohonan tersebut. Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Antam segera ajukan tambahan kuota ekspor nikel
JAKARTA. PT Aneka Tambang (Antam) akan mengajukan tambahan kuota ekspor nikel kadar rendah sejumlah 3,7 juta ton kepada Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Saat ini pihaknya masih melakukan evaluasi untuk memilih tim verifikator independen. Pelaksana Harian (Plh) Sekretaris Perusahaan Antam, Aprilandi Hidayat Setia mengatakan sebelum melaksanakan pengajuan penambahan kuota ekspor, saat ini pihaknya sedang melakukan evaluasi internal dan pararel sebagai rencana pemilihan tim verifikator independen. Seperti diketahui, Kementerian ESDM telah memilih Surveyor Indonesia, PT Sucofindo dan PT Rekayasa Industri sebagai tim verifikator independen yang berwenang melakukan evaluasi pembangunan smelter untuk enam bulan sekali. "Untuk kuotanya (3,7 juta ton) kita juga sedang evaluasi. Kita sedang pertimbangkan progres atas proyek yang akan dilaksanakan nantinya," terangnya kepada KONTAN, Senin (19/6). Saat ini Antam telah mendapatkan restu ekspor mineral mentah berkapasitas 2,7 juta ton. Rinciannya, nikel kadar rendah 2,7 juta ton dan bauksit 850.000 ton per tahun. Adapun saat ini kuota ekspor yang sudah berjalan di antaranya 165.000 ton untuk tiga kapal nikel kadar rendah. Dan, 55.000 untuk satu kapal bijih bauksit. Dalam pengajuan ekspor nikel yang lalu, pihak Antam mengajukan smelter Pomala yang akan di review tiap enam bulannya oleh tim verifikator independen. Untuk penambahan jumlah kuota 3,7 juta ton. Antam akan mencantumkan pembangunan smelter di Halmahera Timur (Haltim). "Kita akan ajukan rencana pembangunan smelter yg di Haltim, Maluku Utara," terangnya. Asal tahu saja, rencana pembangunan smelter Haltim Line 1 ditargetkan selesai pada akhir tahun 2018 dengn operasi komersial tahun 2019 dengan kapasitas 13.500 ton per tahun. Direktur Pembinaan Pengusahaan Mineral Kementerian ESDM Bambang Susigit mengatakan meskipun pemberian rekomendasi bisa dilakukan hanya berdasarkan rencana pembangunan fasilitas pemurnian (smelter) setelah ada tim verifikator independen, evaluasi yang bakal dilakukan setiap enam bulan sekali akan menyulitkan perusahaan yang tidak serius. "Kalau sekarang misalnya administrasi segala macem sudah selesai, tapi dalam enam bulan enggak ada progres kan rekomendasinya bisa dicabut. Itu yang bakal jadi pertimbangan," katanya kepada KONTAN, Senin (19/6). Menurutnya, apabila rekomendasi ekspornya dicabut, sementara kontrak jual belinya telah diteken untuk jangka panjang, maka kerugian justru bakal dialami perusahaan yang bersangkutan. Oleh karena itu, hingga saat ini pun belum banyak perusahaan yang mengajukan permohonan tersebut. Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News