KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Bank Dunia dalam paparanya bertajuk
Global Economic Risk and Implications for Indonesia menganjurkan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melakukan pengawasan terhadap konglomerasi keuangan. Anjuran ini disampaikan Bank Dunia lantaran ukuran konglomerasi keuangan yang besar. Mereka disebut Bank Dunia bahkan menguasai 88% aset perbankan nasional. Sedangkan saran ini disampaikan dalam rangka meminimalkan risiko krisis keuangan.
Baca Juga: OJK restui MAGI akuisisi Asuransi AXA Indonesia Bahkan Bank Dunia juga menyarankan agar OJK membentuk divisi baru setingkat deputi komisioner pengawas terhadap konglomerasi keuangan tadi. Semacam pengawas perbankan; pengawas pasar modal, maupun pengawas industri keuangan non bank (IKNB). Deputi Komisioner Komisioner Hubungan Masyarakat dan Manajemen Srategis OJK Anto Prabowo menjelaskan fungsi pengawasan tetap dilakukan kepada entitas utamanya. “Pendekatan pengawasan yang diambil adalah pengawasan konglomerasi keuangan dilakukan oleh pengawas yang mengawasi entitas utamanya. Jika bank adalah entitas utamannya maka pengawasan terintegrasi dilakukan oleh Pengawas Perbankan, begitu juga dengan pengawasan Entitas Utama di industri pasar modal dan IKNB,” katanya kepada KONTAN, Minggu (7/9). Sedangkan terhadap konglomerasi keuangan yang jangkauannya lintas sektor, mencakup perbankan, IKNB, pasar modal, hingga modal ventura Anto bilang OJK juga sudah memiliki instrumen pengawasan yang terintegrasi dengan membentuk Komite Pengawasan Terintegrasi. “Sedangkan tools yg digunakan dalam menilai tingkat kesehatan dan profil risiko suatu konglomerasi keuangan, OJK telah menerapkan apa yang dinamakan dengan IRR (Integrated Risk Rating) dan
supervisory plan serta mengintegrasikan seluruh data lintas sektor,” lanjutnya.
Baca Juga: Manipulasi keuangan General Electric lebih besar dibanding Enron Alih-alih membuat divisi baru, Anto menilai langkah pengawasan terintegrasi ini pun lebih efisien dan efektif. Sedangan Presiden Direktur PT Bank Cental Asia Tbk (BBCA) Jahja Setiatmadja mengamini hal ini. Ia menilai pendirian divisi baru pengawas konglomerasi keuangan sejatinya tak perlu dilakukan. “Tidak bisa, itu hanya bisa dalam teori saja. Lagipula aset perbankan nasional kini juga dikuasai oleh empat bank pelat merah yang mungkin sudah mencapai 50% dari total aset,” katanya kepada KONTAN.
Dari catatan OJK, hingga Juni 2019 total aset perbankan mencapai Rp 8.242,98 triliun. Sedangkan nilai aset empat bank pelat merah seniali Rp 3.380,28 triliun atau setara 41,00% dari total. Sisanya dimiliki oleh Bank Umum Swasta Nasional (BUSN) Devisa senilai Rp 3.289,64 triliun atau setara 39,90% dari total aset.
Baca Juga: Citigroup Membatalkan Pendanaan untuk Grup Salim Senilai US$ 140 Juta Kemudian Bank Pembangunan Daerah (BPD) senilai Rp 701,72 triliun, setara 8,51% total aset. Bank asing senilai Rp 453,86 triliun, setara 5,50% total aset. Bank campuran senilai Rp 308,05 triliun, setara 3,73%. Dan BUSN Non Devisa senilai Rp 109,41 triliun atau setara 1,32% total aset. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Noverius Laoli