KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kondisi ekonomi yang belum stabil, membuat bank terus fokus memupuk biaya pencadangan guna menahan laju pertumbuhan kredit bermasalah atau
non performing loan (NPL). Meski sejumlah bank mencatatkan tingkat NPL turun pada paruh pertama 2018, hal tersebut tak menyurutkan langkah bank untuk tetap menjaga rasio pencadangan atau
coverage ratio. Ambil contoh PT Bank Mandiri Tbk, pada semester I 2018, NPL gross bank ini telah turun 69 basis poin (bps) dari 3,82% di paruh pertama 2017 menjadi 3,13%. Pun, secara net, NPL Bank Mandiri juga mengempis 41 bps menjadi 1,03%. Rasio kredit macet tersebut sejalan dengan rencana bisnis bank (RBB) Bank Mandiri yang ingin menjaga NPL tetap berada di kisaran 2,8% hingga 3,2%. Meski begitu,
coverage ratio Bank Mandiri tetap dijaga tinggi di level 136% atau meningkat tipis dari semester I 2017 sebesar 135%. Dalam satu tahun terakhir, bank berlogo pita emas ini memang terus menjaga
coverage ratio di atas 135%.
Sekretaris Perusahaan Bank Mandiri Rohan Hafas menjelaskan, meski NPL pada semester I 2018 merupakan yang terendah sejak kuartal I 2016 lalu, pihaknya tetap menjaga
coverage ratio secara konservatif bahkan cenderung meningkat 1,9% hingga akhir tahun. "Meskipun NPL menurun, Bank Mandiri komitmen menjaga
coverage ratio 136,1%. Nilai tersebut meningkat 1,9% dibandingkan periode sama tahun lalu," ujarnya kepada Kontan.co.id, Jumat (20/7). Kendati rasio pencadangan dijaga tinggi, menurut Rohan, bila dirinci dari sisi biaya pencadangan atau cadangan kerugian penurunan nilai (CKPN) sebenarnya menurun. Catatan Rohan, pada akhir Juni 2018 lalu biaya pencadangan yang dibentuk Bank Mandiri turun cukup besar dari Rp 9,3 triliun menjadi Rp 7,9 triliun atau 15,4% secara tahunan atau
year on year (yoy). Penurunan CKPN ini lantaran secara konsolidasi NPL Bank Mandiri telah sejalan dengan target yang dipasang pada awal tahun 2018. Sebagai informasi, bila dirinci berdasarkan segmen kreditnya, NPL Bank Mandiri tertinggi berada di segmen korporasi menengah dengan rasio NPL mencapai 10,55%, menurun dari posisi tahun lalu 10,77%. Sementara itu NPL kredit kecil dan menengah tercatat meningkat dari 3,4% menjadi 3,88% pada semester I 2018. Bank Tabungan Negara Tbk (BTN) juga mencatatkan
coverage ratio meningkat di semester I 2018. Per akhir Juni 2018,
coverage ratio BTN tercatat sebesar 41,72%. Angka ini meningkat dibandingkan setahun sebelumnya sebesar 38,78%. Direktur Manajemen Risiko Bank BTN Nixon Napitupulu menjelaskan, mayoritas pencadangan tersebut dialokasikan untuk menekan laju NPL kredit pemilikan rumah (KPR) non subsidi dan kredit konstruksi. Hingga akhir tahun pun, bank bersandi emiten BBTN ini mematok
coverage ratio berada di level 41% hingga 45%. "Kami upayakan perlahan-lahan
coverage ratio membaik, mungkin di 41% sampai 45%," tuturnya. Sekadar informasi, sampai semester I 2018, rasio NPL BTN berada di level 2,78% secara
gross. Rasio tersebut turun dari posisi semester I tahun lalu yang sempat menembus 3,23%. Bila dirinci lebih dalam, kredit perumahan BTN tercatat memiliki NPL sebesar 2,54%, membaik secara tahunan dari 2,83%. Adapun, KPR non subsidi memiliki NPL 3,18%, juga membaik dari posisi setahun sebelumnya 3,38%. Adapun, kredit perumahan lain juga mencatatkan NPL tinggi mencapai 4,4% per semester I 2018. Sementara NPL kredit konstruksi meningkat dari 3,84% pada semester I 2017 menjadi 4,28% di semester I tahun ini. Di samping itu, kredit komersial juga masih mencatatkan NPL paling tinggi dari seluruh segmen kredit Bank BTN. Tercatat per semester I 2018, NPL kredit komersial BTN berada di kisaran 6,62%. Meski begitu, NPL tersebut menurun tajam dari tahun sebelumnya yang sempat menyentuh ke level 9,28%. Nixon meyakini pada akhir tahun 2018, rasio kredit macet BTN dapat ditahan hingga ke level 2,3% hingga 2,5%. Setali tiga uang, PT Bank Negara Indonesia Tbk (BNI) juga mencatatkan peningkatan dari sisi
coverage ratio. Per semester I 2018
coverage ratio BNI mencapai 150,2% atau naik dari tahun lalu, 147,2%. Direktur Keuangan BNI Anggoro Eko Cahyo mengatakan, sampai akhir tahun nanti pihaknya memproyeksikan
coverage ratio berada di kisaran 150%.
Posisi ini sengaja dilakukan BNI agar dapat menahan laju NPL yang dipatok rendah yakni 2,1% sampai 2,2%. "Penetapan pencadangan ini merupakan langkah
pre-emptive dan konservatif BNI yang dimaksudkan untuk mengantisipasi kemungkinan penurunan kualitas aset di masa-masa mendatang," ujarnya. Adapun, pada semester I tahun ini, NPL BNI tertinggi berasal dari segmen kecil sebesar 2,8%. Meski begitu, rasio tersebut menurun dibandingkan posisi tahun sebelumnya sebesar 4,1%. Tak hanya itu, NPL kredit menengah BNI juga membaik dari 3,2% pada semester I 2017 menjadi 2,7% per akhir Juni 2018. Walau demikian, NPL kredit konsumer menurun dari 2,8% menjadi 2,5% secara tahunan. Kredit korporasi membukukan NPL paling rendah yakni sebesar 1,6% menurun dari posisi tahun sebelumnya yang sempat mencapai 2,4%. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Khomarul Hidayat