Antisipasi Potensi Fluktuasi Pasar, Strategi Portofolio Durasi Pendek Menjadi Pilihan



KONTAN.CO.ID - Jakarta, 27 September 2021. Beberapa bulan terakhir, dunia investasi dan pasar modal global telah dikhawatirkan oleh rencana Federal Reserve (The Fed) yang akan melakukan pengurangan stimulus masif atau lebih dikenal dengan tapering off. Beberapa pihak memperkirakan, The Fed akan memulai tapering secara bertahap mulai November 2021. Bayang-bayang kekhawatiran dampak tapering ini menjadi kuat sebagaimana yang dialami Indonesia saat tapering off 2013 yang lalu. Namun demikian, banyak pihak cukup optimistis tapering kali ini tidak akan membawa pengaruh separah saat tapering tantrum 2013 yang lalu.

Direktur PT Bahana TCW Investment Management (Bahana TCW) Danica Adhitama mengatakan, setidaknya ada dua alasan kenapa dampak yang akan dialami ekonomi Indonesia saat tapering dilakukan tidak akan separah saat tapering tantrum 2013 yang lalu. Pertama, arus dana asing yang masuk ke pasar saham Indonesia dari kebijakan quantitative easing (QE) saat ini lebih rendah dari dana yang masuk saat QE setelah krisis keuangan 2008.

“Alasan yang kedua, kondisi makro-ekonomi Indonesia saat ini jauh lebih baik dibanding kondisi makro-ekonomi tahun 2013. Bahkan, defisit transaksi berjalan alias current account deficit (CAD) Indonesia sepanjang tahun 2021 diperkirakan hanya sebesar 1,1 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Angka ini lebih kecil dari CAD Indonesia selama taper tantrum 2013 yang mencapai lebih dari 3 persen terhadap PDB,” tambah Danica.


Apalagi, pasar menilai faktor fundamental obligasi seperti SBN cukup solid yang tercermin dari imbal hasil (yield) yang terjaga rendah. Selain itu, kondisi likuiditas di dalam negeri yang melimpah memperkuat kepercayaan pasar terhadap obligasi negara dan obligasi korporasi. Hal ini dapat menjadi alasan bagi investor untuk tetap mempertimbangkan pasar obligasi sebagai salah satu instrumen investasi pilihan setidaknya hingga akhir tahun. 

“Menghadapi ketidakpastian ekonomi global dan potensi fluktuasi, memerlukan kejelian dalam memilih instrumen investasi. Selain obligasi negara dan korporasi ada berbagai produk reksa dana yang dapat menjadi pilihan. Reksa dana pendapatan tetap dengan tenor pendek atau reksa dana pendapatan tetap berbasis indeks obligasi dapat menjadi salah satu opsi untuk mendapatkan imbal hasil bagus dari pasar dalam menghadapi ketidakpastian ekonomi seperti saat ini,” imbuh Danica.

Untuk mengantisipasi potensi fluktuasi tersebut, Bahana TCW menawarkan berbagai produk investasi reksa dana pendapatan tetap dengan durasi pendek yang dapat menjadi sarana diversifikasi investasi masyarakat. Untuk investasi dengan durasi pendek, Bahana TCW memiliki produk unggulan seperti Reksa Dana Ganesha Abadi Multishare Kelas D (GA) yang juga memiliki fitur pembagian dividen bulanan. GA telah mencatatkan performa gemilang selama tahun 2021 dan memiliki rentang pembagian dividen sebesar 4.20% - 5.44% net p.a sejak Januari hingga akhir Agustus 2021.

Sedangkan untuk reksa dana berbasis indeks, Bahana TCW juga menawarkan Asian Bond Fund (ABF) yang hingga saat ini telah mencatatkan AUM sebesar Rp 4,75 triliun per Agustus 2021 dengan historical return sebesar 9,75 persen selama satu tahun.

“Bahana TCW berkomitmen untuk terus menghadirkan pilihan produk investasi guna mengatisipasi potensi fluktuasi pasar dari dari rencana tapering off yang akan dilakukan The Fed dan sentimen-sentimen lain. Meski demikian, kami meyakini potensi reksa dana berbasis pendapatan tetap masih cukup baik sampai dengan akhir tahun ini. Pengaturan durasi portofolio merupakan strategi yang sangat memungkinkan menghadapi kondisi ekonomi global saat ini. Melalui perhitungan yang cermat, strategi ini dipercaya akan menjaga profitabilitas yang baik bagi investor dan masyarakat dalam melakukan investasi di pasar obligasi dan pasar saham,” tutup Danica.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Indah Sulistyorini