KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Guna mengantisipasi potensi rugi (
unrealized loss), Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan melakukan aksi
profit taking dengan menjual kepemilikannya terhadap tiga saham. Penjualan saham merupakan bentuk tindak lanjut dari rekomendasi Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) demi memperbaiki kinerja BPJS. Mengingat,
unrealized loss saham mencapai Rp 32,8 triliun dan reksadana Rp 8,1 triliun pada Juli 2021 lalu. Ketiga saham yang dijual adalah PT Krakatau Steel Tbk (
KRAS), PT Indo Tambangraya Megah Tbk (
ITMG) dan PT Salim Invomas Pratama Tbk. (
SIMP). Penjualan ini membuat BPJS meraih
capital gain senilai Rp 11,91 miliar untuk saham KRAS, Rp 2,81 miliar untuk ITMG dan Rp 16,39 juta untuk saham SIMP.
Direktur Pengembangan Investasi BPJS Ketenagakerjaan Edwin Michael Ridwan mengungkapkan, bahwa proses penjualan tersebut masih dilakukan dan belum selesai dilakukan perusahaan ini. "Mengingat, posisi kami cukup signifikan dan saham - saham ini tidak terlalu likuid di pasar sehingga kami melakukan penjualan
take profit. Tentunya membutuhkan waktu," kata dia dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi IX DPR, Rabu (15/9).
Baca Juga: Hingga Agustus 2021, imbal hasil BPJS Ketenagakerjaan sentuh Rp 22,35 triliun Ia juga mengungkapkan, alasan kenapa BPJS hanya peroleh
capital gain Rp 16,39 juta dari penjualan saham SIMP. Diantaranya, karena kondisi likuiditas terbatas dan posisi BPJS yang strategis sehingga mempengaruhi harga penjualan saham. "Jadi, mau tidak mau. Kami hanya menjual sesuai dengan apa yang diserap pasar setiap harinya," terang dia. Selain itu, pihaknya juga tidak ingin menjual saham dalam keadaan merugi dan harus di atas harga perolehan. Oleh karena itu, hingga saat ini badan hukum publik ini belum pernah menjual saham dalam keadaan rugi. Selain menjual tiga saham itu, BPJS juga melakukan
average down atau membeli saham ketika harganya turun. Diantaranya, untuk saham PT Astra Agro Lestari Tbk (
AALI), PT PP London Sumatra Indonesia Tbk (
LSIP). Hal tersebut dilakukan karena mempertimbangkan prospek bisnis minyak sawit yang cerah ke depan. Berbeda dari yang lain, BPJS justru memilih melakukan transaksi pada saham PT Garuda Indonesia Tbk (
GIAA). Lembaga ini masih memonitor perkembangan saham penerbangan yang terdampak pandemi Covid-19 ini. Menurunkan porsi saham Tak cukup sampai situ, BPJS juga melakukan tindak lanjut atas rekomendasi BPK Lain. Salah satunya menurunkan porsi investasi pada instrumen yang terekspos pada risiko pasar, terutama saham dan reksadana.
Alhasil, ada penurunan porsi instrumen tersebut. Pada Desember 2020 lalu, porsi saham masih sebesar 16,9% dan reksadana 7,94%. Kemudian turun menjadi 13,7% dan 7,22% pada Agustus 2021. Edwin mengungkapkan, hasil penjualan dua saham tersebut ditambah iuran peserta yang masuk dialokasikan ke instrumen surat utang pemerintah dan korporasi. Itu semua dilakukan untuk menurunkan risiko eksposur pasar yang terpapar akibat Covid-19.
Hal ini dibarengi penyempurnaan
early warning syestem (EWS) yang merupakan sistem yang memberikan panduan sekaligus kontrol terhadap pengelolaan investasi. Ditambah penyempurnaan pada prosedur pembeli dan penjualan saham maupun reksadana. "Kami juga melakukan
rebalancing dari reksadana saham menjadi reksadana berbasis pendapatan tetap maupun campuran," ungkapnya. Tak hanya itu, BPJS juga berupaya meningkatkan kompetisi tim investasi sesuai standar pasar. Kemudian menyusun indikator kerja (KPI) investasi berbasis risiko yang tidak hanya mempertimbangkan
realized gain maupun
loss tetapi juga
unrealized gain serta
loss. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Anna Suci Perwitasari