Jakarta. Bank Indonesia (BI) mengawasi secara ketat kepatuhan sejumlah korporasi untuk melakukan
hedging dalam rangka mengurangi tekanan rupiah terhadap dollar Amerika Serikat (AS). Pasalnya, kenaikan suku bunga The Fed ditambah rendahnya harga minyak dunia bisa menyebabkan dollar AS menguat secara signifikan. BI menyebut momen ini sebagai momen super dollar AS. Gubernur BI Agus D. W Martowardojo mengatakan, pihaknya tengah mencermati potensi terjadinya super dollar AS hingga tiga tahun mendatang.
Ketika perekonomian AS menunjukkan adanya perbikan disertai adanya kenaikan suku bunga acuan, maka investor dikhawatirkan akan melakukan penyeimbangan (
rebalancing) portofolio. Sehingga, aset-aset yang awalnya tersebar di sejumlah negara berkembang, akan dipindahkan ke aset berbasis dollar AS. Hal ini akan membuat kurs, termasuk rupiah cenderung melemah terhadap dollar AS. Belum lagi ditambah harga minya yang terus turun akan membuat sejumlah investor beralih ke instrumen investasi dollar AS sebagai safe haven. Adapun, kata Agus, yang perlu diwaspadai adalah korporasi-korporasi di Indonesia yang memiliki utang berbentuk valuta asing (valas), terutama dollar AS. Tentu, ada risiko nilai utang yang membengkak dan di saat yang sama tidak ada perpanjangan jatuh tempo utang. Tak pelak, BI pun rutin mencermati kepatuhan para perusahaan swasta akan kewajiban hedging. Berdasarkan data terbaru, korporasi swasta yang memiliki utang valas jatuh tempo dalam kurun waktu 0-6 bulan telah melakukan
hedging. "Dari total 2.400 korporasi yang sudah menyampaikaan laporan, 83% sudah melakukan
hedging minimum seperti yang disyaratkan BI," ujar Agus, Rabu (27/1) Seperti diketahui, BI menerbitkan aturan hedging yang tertuang dalam Peraturan BI (PBI) No 16/20/PBI/2014 tentang Penerapan Prinsip Kehati-hatian dalam Pengelolaan Utang Luar Negeri Korporasi Nonbank. Berdasarkan beleid ini, korporasi non bank yang memiliki utang valas wajib melakukan heding sebesar 20% dari total kewajiban valasnya.
Bagi yang melanggar, akan terkena sanksi administratif berupa surat teguran. Selain itu, BI akan menyampaikan informasi pengenaan sanksi tersebut kepada pihak-pihak terkait. Seperti kreditur asing, Kementerian BUMN bagi korporasi BUMN, Kementerian Keuangan, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Bursa Efek Indonesia (BEI) bagi perusahaan publik yang tercatat di Bursa Efek Indonesia (BEI). Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Adi Wikanto