KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Bank Indonesia (BI) akan mengumumkan hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) bulanan tambahan atau insidentil Rabu (30/5) ini. Sejumlah ekonom memperkirakan, bank sentral akan kembali menaikan bunga acuan (
BI 7-day Reverse Repo Rate/BI7DRRR) setelah kenaikan 25 basis poin (bps) dalam RDG bulanan reguler beberapa waktu lalu. Kenaikan suku bunga acuan dipercaya bisa mendukung menguatkan rupiah dan mendorong kembalinya dana asing ke pasar domestik. Ekonom Bank Central Asia (BCA) David Sumual memperkirakan, BI akan menaikan bunga acuannya 25 bps lagi menjadi 4,75% untuk stabilisasi dan menyeimbangkan transaksi berjalan (
current account).
Menurutnya, kebijakan BI dalam tiga tahun terakhir sangat pro pertumbuhan ekonomi. Namun, permintaan kredit tetap tidak bisa tumbuh kuat. "Jadi persoalannya sebenarnya bukan di sisi moneter," kata David kepada KONTAN, Senin (28/5). David optimistis pergerakan nilai tukar rupiah akan lebih baik jika BI menaikkan bunga acuan besok. Sebab, sejauh ini pasar keuangan terlihat mulai stabil, bahkan menguat cukup signifikan. Data Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR), rupiah menguat ke level 14.065 per dollar Amerika Serikat (AS) pada Senin (28/5). Pada Jumat (25/5), rupiah ada di level Rp 14.166 per dollar AS. Dana asing mulai masuk ke pasar domestik, baik di saham maupun surat berharga negara. Mulai 23 Mei 2018, investor asing mencatatkan
net buy. Di pasar SBN, investor asing mulai menambah kepemilikan pada 24 Mei (
lihat grafik). "Penguatan ini adalah keyakinan pasar terhadap kemungkinan kenaikan bunga acuan BI besok," klaim David. Langkah preemptive Ekonom Maybank Indonesia Juniman juga memproyeksi BI akan menaikkan lagi bunga acuannya sebesar 25 bps menjadi 4,75%. Selain untuk stabilisasi kurs, kenaikan itu juga sebagai langkah antisipatif menjelang kenaikan bunga acuan Federal Reserve (The Fed) pertengahan Juni mendatang. Dengan kenaikan itu, imbal hasil Indonesia akan kian menarik. "Akan ada
entry, investor asing masuk lagi ke pasar Indonesia," kata Juniman. Kenaikan 50 bps sepanjang tahun ini dinilai Juniman cukup. Sebab The Fed juga diperkirakan hanya menaikkan tiga kali bunga acuannya (
Fed Fund Rate atau FFR) di 2018. Dengan dosis itu, Juniman optimistis, kurs rupiah akhir tahun di kisaran Rp 13.700 per dollar AS. Ekonom Bank Mandiri Andry Asmoro juga memperkirakan bunga acuan BI naik menjadi 4,75% sebagai langkah
preemptive menjelang kenaikan suku bunga The Fed. BI di bawah Gubernur Perry Warjiyo, menurutnya, akan secara ketat mengelola ekspektasi depresiasi mata uang yang dapat mempengaruhi ekspektasi inflasi ke depan.
Salah satu kebijakannya adalah dengan mempertahankan tingkat diferensial terhadap FFR. Menurut Andry, total kenaikan 50 bps tahun ini cukup untuk mempertahankan FFR dan BI 7-day RRR di tingkat yang menguntungkan. "Kami masih mempertahankan perkiraan kami 4,75% dalam setahun penuh 2018 dan 5% pada 2019," kata Andry. Ekonom Bank Permata Josua Pardede juga optimistis, jika BI menaikan bunga acuan menjadi 4,75% tak akan mengganggu pertumbuhan ekonomi. Lantaran transisinya butuh empat hingga enam kuartal ke depan. Yang jelas, pasar sudah memperhitungkan potensi kenaikan bunga acuan besok. Selain itu, imbal hasil SUN turun sekitar 50 bps dalam tiga hari terakhir ini. "Dengan kenaikan suku bunga kebijakan BI tersebut, diharapkan dapat menahan laju
capital flight dari dalam negeri. Kenaikan suku bunga akan membuat aset investasi dalam denominasi rupiah cenderung lebih atraktif," kata Josua optimis. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Wahyu T.Rahmawati