KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kemenangan Donald Trump sebagai Presiden Terpilih Amerika Serikat (AS) diperkirakan akan membawa dampak signifikan terhadap perekonomian global. Salah satu kebijakan utamanya, yakni penerapan tarif impor tinggi terhadap China, dinilai sebagai langkah proteksionisme yang dapat memicu gangguan pada rantai pasok global, meningkatkan biaya produksi, dan menekan laba perusahaan multinasional.
Baca Juga: Rupiah Masih Bergerak Fluktuatif, Ekonom Beberkan Biang Keroknya Indonesia, sebagai salah satu pemain utama di Asia Tenggara, juga berpotensi terdampak dari kebijakan ini. Ancaman perang dagang baru yang disinyalir akan dilakukan Trump dapat menciptakan ketidakpastian di pasar global, memperlambat pertumbuhan ekonomi dunia, serta menghambat arus investasi lintas negara. Proteksionisme dan Risiko bagi Indonesia Wakil Direktur Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Eko Listiyanto menilai, proteksionisme yang diusung Trump berpotensi menekan perdagangan global. "Proteksionisme cenderung menurunkan volume perdagangan global. Ketika ekonomi melambat, indikator seperti nilai tukar dan optimisme pelaku ekonomi pasti terdampak," ujar Eko.
Baca Juga: Soal Pembatasan Chip oleh AS, China Peringatkan Bakal Ambil Tindakan Balasan Ia menjelaskan bahwa meski dampak langsung ke Indonesia belum signifikan, kebijakan ini tetap memberikan tantangan. “Produk China yang tidak bisa masuk ke AS kemungkinan akan membanjiri Asia Tenggara, termasuk Indonesia. Ini dapat menekan industri lokal kita,” jelas Eko. Meski begitu, Eko optimistis bahwa Indonesia masih memiliki peluang besar di sektor investasi, terutama karena beberapa investor global mulai mencari alternatif di luar China. “Negara seperti Korea Selatan mulai mengalihkan investasinya ke negara-negara lain, dan Indonesia berpotensi menjadi tujuan utama,” ungkapnya. Namun, Indonesia harus bersaing ketat dengan negara-negara ASEAN lainnya seperti Vietnam, yang infrastrukturnya lebih unggul. “Keunggulan kita ada pada stabilitas politik dan sistem demokrasi, yang memberikan daya tarik bagi investasi jangka panjang,” tambahnya.
Baca Juga: Ini Peringatan Media Pemerintah China kepada Trump Soal Perang Tarif Peluang di Tengah Ketidakpastian Benny Sufami, Co-Founder Tumbuh Makna menilai bahwa dinamika global akibat kebijakan Trump dapat menciptakan peluang baru, terutama bagi sektor manufaktur dan ekspor. “Produksi yang sebelumnya terpusat di China mulai bergeser ke negara lain, termasuk Indonesia. Sektor manufaktur berorientasi ekspor bisa menjadi pilihan bagi investor,” katanya dalam keterangannya Jumat (29/11). Namun, Benny juga mengingatkan pentingnya kesiapan infrastruktur dan daya saing untuk memanfaatkan peluang ini. Selain itu, penguatan dolar AS akibat kebijakan proteksionisme Trump dapat memberikan tekanan pada nilai tukar rupiah dan sektor berbasis impor.
Baca Juga: Meksiko Prediksi Tarif Trump akan Hapus 400.000 Pekerjaan di AS, Ancam Aksi Balasan Ia menyarankan diversifikasi portofolio sebagai strategi menghadapi volatilitas pasar. “Investor perlu mengalokasikan aset ke instrumen seperti obligasi untuk mengurangi risiko akibat kebijakan proteksionisme,” jelas Benny. Selain dampak langsung, kebijakan fiskal dan moneter AS di bawah kepemimpinan Trump diperkirakan akan memengaruhi kebijakan suku bunga di Indonesia. “Sulitnya mencapai target inflasi 2% di AS dapat menghambat pelonggaran suku bunga di dalam negeri, yang berpotensi berdampak pada beberapa sektor,” ungkap Benny. Dengan dinamika yang ada, Indonesia diharapkan dapat memperkuat kemampuan ekonomi domestiknya dan memanfaatkan peluang dari pergeseran rantai pasok global.
Meski tantangan besar menghadang, optimisme terhadap potensi ekonomi Indonesia tetap ada, terutama jika pemerintah mampu merespons dengan kebijakan yang strategis dan inovatif.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Yudho Winarto