AP Dialog 6: Penanganan Penyakit TBC Harus Melibatkan Semua Pihak



KONTAN.CO.ID - JAKARTA.  Sejumlah organisasi sosial masyarakat dan pemangku kepentingan yang terdiri dari Rumah Kebangsaan, Medco, Perkumpulan Pemberantasan Tuberkulosis Indonesia (PPTI), Stop TB Partnership Indonesia (STPI), dan Perkumpulan Alumni Harvard University di Indonesia (Harvard Club Indonesia), menyelenggarakan Arifin Panigoro (AP) Dialog ke-6 dengan tema “Satukan Langkah, Stop TBC di Tempat Kerja”, di Jakarta, Selasa (25/7).

Dalam keterangan resmi yang diterima Kontan.co.id, AP Dialog seri ke-6 ini bertujuan untuk menginformasikan pentingnya mencegah penularan Tuberkulosis di tempat kerja.

Menurut data dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), TBC masuk dalam 10 penyakit penyebab kematian tertinggi di dunia. Diperkirakan terdapat 969 ribu orang dengan TBC di Indonesia dan sekitar 75% diantaranya telah dilaporkan ke Kementerian Kesehatan di tahun 2022.


Kelompok usia yang paling banyak terinfeksi TBC adalah usia produktif (15-54 tahun) yang merupakan tenaga kerja. Data dari Kementerian Kesehatan RI juga menemukan bahwa jenis pekerjaan yang paling banyak terinfeksi TBC Sensitif Obat (SO) adalah buruh (54.800 jiwa), petani (51.900 jiwa) dan wiraswasta (44.200 jiwa).

Sementara TBC Resisten Obat (RO) diduduki oleh wiraswasta (751), buruh (635) dan pegawai swasta, Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) (564).

Faktanya pekerja yang mengalami TBC akan kehilangan pekerjaan dan pendapatan rata-rata selama 3-4 bulan (Stop TB Partnership, 2011).

Melalui sambutannya, Dewan Pembina STPI dan Badan Pengawas PPTI, Yani Panigoro menyampaikan pentingnya penanggulangan TBC di tempat kerja, guna mencapai eliminasi TBC 2030.

Baca Juga: Penyakit TBC Bisa Jadi Penyumbang Angka Kemiskinan di Indonesia, Ini Sebabnya

Dalam keynote speech,  Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendy, yang disampaikan Deputi bidang koordinasi peningkatan kualitas kesehatan dan pembangunan kependudukan Kemenko PMK, Yohanes Baptista Satya Sananugraha, mengungkapkan Indonesia saat ini menjadi negara dengan jumlah kasus TBC terbanyak kedua di dunia setelah India.

Ada 354 kasus TBC dari 100.000 penduduk yang mengakibatkan 144.000 kematian. Ini  setara 52 kematian per 100.000 penduduk.

Menurutnya, permasalahan TBC bukan hanya sekedar menanggulangi kesakitan yang ditimbulkan melainkan juga penanganan masalah sosial dan ekonomi yang ditimbulkan agar dapat berhasil pengobatan TBC ini.

“TBC dapat menjadi penyumbang bertambahnya angka kemiskinan di Indonesia, data 1 mengestimasikan 73,8% kasus TBC di Indonesia berusia 15-64 tahun dimana usia tersebut adalah usia produktif,” katanya.

Sebagai informasi, saat ini Indonesia telah memiliki Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 13 Tahun 2022 tentang Penanggulangan Tuberkulosis di Tempat Kerja untuk menjadi payung hukum bagi pekerja yang mengalami TBC agar tidak mengalami Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) secara sepihak oleh perusahaan.

Permenaker tersebut menjadi dasar bagi seluruh perusahaan dalam menghilangkan stigma dan diskriminasi bagi pekerja yang positif TBC serta upaya untuk bisa terus memberdayakan mereka agar tetap produktif sesuai dengan kondisinya.

Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menambahkan saat ini ada 245.000 orang berpenyakit TBC belum ditemukan. Ini  artinya penularan terus terjadi.

“Penanganannya membutuhkan gerakan dan harus inklusif, termasuk oleh sektor swasta dan di tempat kerja, sesuai tema dialog malam ini.,” ujar Budi.

Senada  Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah RI menambhkan masih banyak pekerjaan yang harus dilakukan oleh segenap pihak terkait terutama dalam mengatasi stigma dan diskriminasi terhadap penderita TBC. Stigma terkait penyakit ini membuat perusahaan maupun tenaga kerja merasa malu dan menghambat akses perawatan dan pencegahan TBC.

“Yang harus dilakukan sekarang adalah sinergi dari semua stakeholder untuk mengatasi TBC,” kata Ida.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Markus Sumartomjon