AP3I Minta Pemerintah Terbuka Soal Keseimbangan Bahan Baku Smelter



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Asosiasi Perusahaan Industri Pengolahan dan Pemurnian Mineral Indonesia (AP3I) meminta pemerintah terbuka soal keseimbangan bahan baku untuk smelter. Pasalnya hingga saat ini, pelaku usaha tidak mendapatkan kepastian pasokan bijih mineral dalam jangka panjang. 

Sekjen Asosiasi Perusahaan Industri Pengolahan dan Pemurnian (AP3I), Haykal Hubeis menjelaskan, pihaknya sudah sering mengingatkan kepada pemerintah dalam konteks komoditas nikel maupun mineral lain yang terkait dengan hilirisasi, diperlukan keseimbangan bahan baku (raw material balance) jangka panjang.  

Berdasarkan aspirasi yang ada, pelaku usaha meminta kepastian seberapa besar kemampuan tambang yang ada di Indonesia untuk bisa memenuhi kebutuhan domestik untuk para smelter-smelter yang sudah banyak menanamkan modalnya di tanah air.  


Baca Juga: Begini Dampak Kebijakan DHE SDA Ke Pertambangan Mineral

“Namun yang terjadi, data raw material balance itu tidak pernah terungkap secara jelas. Secara yang kami tahu adalah ketersediaan cadangan sekian, tetapi cadangan tersebut tidak dapat ditafsirkan bahwa itu cadangan yang sudah tereskplorasi dengan baik sesuai dengan good mining governance,” jelasnya kepada Kontan.co.id, Minggu (3/9). 

Merespon tindakan importasi bijih nikel yang dilakukan oleh perusahaan di Sulwesi Tenggara, Haykal menyatakan, upaya yang dilakukan sah-sah saja dan tidak melanggar hukum. Secara logika smelter harus terus beroperasi selama 24 jam. Lantas ketika mereka menghadapi kendala pasokan bahan baku secara tiba-tiba, bahkan sampai menghalangi aktivitas operasional pabriknya, tentu pihak perusahaan akan melakukan tindakan khusus demi memenuhi kebutuhannya sendiri. Salah satu caranya dengan impor. 

Namun, menurut AP3I kasus yang terjadi ini cukup miris karena Indonesia memiliki cadangan nikel yang melimpah. Maka itu dia meminta kepada industri hulu untuk berkonsentrasi dan memastikan bijih mineral benar-benar mencukup kebutuhan smelter yang sudah beroperasi, proses konstruksi, maupun yang sedang ekspansi menambah kapasitasnya. 

Baca Juga: Pajak Ekspor Feronikel dan NPI, Industri Smelter Minta Pemerintah Identifikasi Awal

“Ini baru kasus di Blok Mandiodo sudah begini, memberikan dampak bagi sejumlah smelter sampai kekurangan bahan baku. Bisa dibayangkan kalau ada blok-blok lain mengalami hal yang sama, ada kaitannya dengan masyarakat, kebijakan beroperasi, pasti juga akan berdampak pada smelter yang lain,” ujarnya. 

Menurutnya, persoalan ketersediaan bahan baku untuk smelter tidaklah main-main. Sebab, pemerintah semakin kencang meneriakkan hilirisasi di berbagai forum internasional, tetapi nyatanya, Indonesia sendiri mengalami ketidakmampuan jaminan pasokan bahan baku. Padahal, pihak hilir menginginkan kepastian dan konsistensi supply dalam jangka panjang. 

Melihat kondisi ini, lanjut Haykal, pihaknya mengusulkan agar pemerintah mengevaluasi kembali kebijakannya untuk menata kembali industri hulu. 

“Apakah kebijakan yang dikeluarkan atau yang sudah berjalan telah menjamin pasokan bahan baku tidak hanya nikel, sudah siap mendukung hilirisasi yang dicanangkan oleh pemerintah. Nyatanya sudah berjalan dan sudah ada hasilnya,” tegasnya. 

Baca Juga: Ekspor Bauksit Tetap Dilarang, Menteri ESDM Beberkan Alasannya

Selain itu, AP3I juga meminta, Kementerian ESDM yang memegang kewenangan di sisi hulu dan Kementerian Peridustrian (Kemenperin) di sisi hilir bisa menjalin harmoni untuk menyocokkan pasokan bahan baku dan kebutuhan smelter. 

Tidak hanya itu, Haykal juga berharap agar Kementerian Perindustrian bisa lebih responsif mengidentifikasi dan mengetahui persoalan yang terjadi pada industri smelter. 

“Kemenperin ini sepertinya juga tidak kurang merespons terhadap apa-apa yang sedang dihadapi smelter. Jadi kami juga bilang Kemenperin untuk lebih proaktif melakuan identifikasi smelter mana yang mengahdapi berbagai macam kendala,” tandasnya.  

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Noverius Laoli