JAKARTA. Suara dari sejumlah politisi Partai Demokrat yang meminta Partai Keadilan Sejahtera (PKS) keluar dari koalisi marak terdengar pasca penolakan PKS terhadap kebijakan kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM). Namun, PKS cuek dan tetap bersikeras masih mau bergabung dengan koalisi meski tak lagi sejalan. Ahli psikologi politik dari Universitas Indonesia, Hamdi Moeloek, menduga ada beberapa alasan PKS masih tetap bertahan di koalisi. Salah satunya adalah kepentingan modal menjelang Pemilu 2014. "Kenapa PKS tak mau keluar koalisi? Alasannya jelas karena proyek-proyek bancakan," ujar Hamdi saat dihubungi Jumat (7/6/2013). Hamdi mengatakan dugaan PKS mengamankan proyek-proyek di pemerintahan itu mulai terlihat dari sejumlah penanganan kasus hukum yang membelit petinggi PKS. Salah satu terpidana pembobolan Bank Jabar, Yudi Setiawan bahkan membeberkan PKS tengah mengincar pengerukan dana kampanye dari tiga kementerian yakni Kementerian Pertanian, Kementerian Komunikasi dan Informatika, dan Kementerian Sosial. Menteri-menteri di tiga kementerian itu berasal dari PKS. Namun, tudingan itu sudah dibantah oleh politisi PKS. Menurut Hamdi, menjelang pemilu ini, seluruh partai ingin masuk dalam pemerintahan untuk mengamankan modal-modal politiknya. "Semua partai itu kelakuannya sama meski mengancam keluar koalisi, tapi mereka tetap tidak mau menghilangkan eksekutifnya karena akses bancakan proyek," katanya. Hamdi yakin sikap menolak kebijakan kenaikan harga BBM hanyalah politik pencitraan yang tengah dilakukan PKS setelah didera kasus hukum suap impor daging sapi. Namun, Hamdi mempertanyakan efektivitas politik pencitraan PKS dengan menggunakan isu kenaikan harga BBM ini. "Soalnya kelihatan sekali mereka tidak kompak. Yang di atas mendukung, grass root yang dikomandoi Anis Matta justru menolak? Orang akan melihatnya ini sebagai politik bermuka dua, apakah ini efektif?" tanya Hamdi. Seperti diketahui, PKS tidak hadir dalam rapat Sekretariat Gabungan yang dilakukan pada Selasa (4/6/2013) malam di kediaman Wakil Presiden Boediono.
Apa alasan PKS tetap berkoalisi meski beda sikap?
JAKARTA. Suara dari sejumlah politisi Partai Demokrat yang meminta Partai Keadilan Sejahtera (PKS) keluar dari koalisi marak terdengar pasca penolakan PKS terhadap kebijakan kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM). Namun, PKS cuek dan tetap bersikeras masih mau bergabung dengan koalisi meski tak lagi sejalan. Ahli psikologi politik dari Universitas Indonesia, Hamdi Moeloek, menduga ada beberapa alasan PKS masih tetap bertahan di koalisi. Salah satunya adalah kepentingan modal menjelang Pemilu 2014. "Kenapa PKS tak mau keluar koalisi? Alasannya jelas karena proyek-proyek bancakan," ujar Hamdi saat dihubungi Jumat (7/6/2013). Hamdi mengatakan dugaan PKS mengamankan proyek-proyek di pemerintahan itu mulai terlihat dari sejumlah penanganan kasus hukum yang membelit petinggi PKS. Salah satu terpidana pembobolan Bank Jabar, Yudi Setiawan bahkan membeberkan PKS tengah mengincar pengerukan dana kampanye dari tiga kementerian yakni Kementerian Pertanian, Kementerian Komunikasi dan Informatika, dan Kementerian Sosial. Menteri-menteri di tiga kementerian itu berasal dari PKS. Namun, tudingan itu sudah dibantah oleh politisi PKS. Menurut Hamdi, menjelang pemilu ini, seluruh partai ingin masuk dalam pemerintahan untuk mengamankan modal-modal politiknya. "Semua partai itu kelakuannya sama meski mengancam keluar koalisi, tapi mereka tetap tidak mau menghilangkan eksekutifnya karena akses bancakan proyek," katanya. Hamdi yakin sikap menolak kebijakan kenaikan harga BBM hanyalah politik pencitraan yang tengah dilakukan PKS setelah didera kasus hukum suap impor daging sapi. Namun, Hamdi mempertanyakan efektivitas politik pencitraan PKS dengan menggunakan isu kenaikan harga BBM ini. "Soalnya kelihatan sekali mereka tidak kompak. Yang di atas mendukung, grass root yang dikomandoi Anis Matta justru menolak? Orang akan melihatnya ini sebagai politik bermuka dua, apakah ini efektif?" tanya Hamdi. Seperti diketahui, PKS tidak hadir dalam rapat Sekretariat Gabungan yang dilakukan pada Selasa (4/6/2013) malam di kediaman Wakil Presiden Boediono.