JAKARTA. Permasalahan dana talangan Siprus yang mengangkat lagi krisis Eropa telah menjadi katalis bagi pergerakan bursa global, termasuk Indeks Harga Shaam Gabungan (IHSG). Salah satu yang sensitif terhadap masalah keuangan dunia biasanya adalah saham perbankan. Namun analis mengatakan, pelemahan saham perbankan Indonesia bukan disebabkan oleh apa yang terjadi di Siprus.Analis perbankan OSO Securities Supriyadi mengungkapkan bahwa pengaruh bailout Siprus sedikit banyak memang berdampak sentimen negatif ke global market. Namun, tidak ada korelasi khusus antara bailout Siprus dengan saham perbankan di luar negara Eropa, seperti Asia dan khususnya Indonesia.Menurut Supriyadi, melemahnya saham-saham perbankan di Indonesia belakangan lebih akibat aksi profit taking setelah sham-saham itu melejit. "Saham perbankan Eropa mungkin terpukul, terutama bagi beberapa negara yang mempunyai investasi dana di Siprus. Tapi saham perbankan di Indonesia kemarin turun karena market jenuh , lantaran pertumbuhan saham perbankan memang fantastis," kata Supriyadi kepada KONTAN pada Minggu (24/3).Gerakan saham perbankan lebih memperhatikan faktor domestik, khususnya menyangkut proyeksi kenaikan inflasi. Ia memperkirakan inflasi bulan ini akan naik melebihi asumsi. "Investor jangan masuk dulu sekarang untuk membeli saham perbankan karena dikhawatirkan masih ada sentimen negatif. Pergerakan market juga masih sideways sehingga rawan profit taking," tuturnya. Namun, ia menyatakan saham perbankan tetap layak diburu untuk jangka panjang.Senada dengan Supriyadi, analis saham perbankan dari Mega Capital Indonesia Arief Fahruri, mengungkapkan, imbas dari Siprus lebih banyak berpengaruh kepada penurunan indeks secara eksternal dan bukan secara sektoral seperti perbankan. Bahkan menurut Arief, permasalahan Siprus tidak memiliki pengaruh yang besar terhadap Indonesia lantaran tidak ada perdagangan ekspor secara langsung yang besar ke Siprus.Karena itu menurut Arief, penurunan indeks di sektor perbankan lebih dikarenakan faktor domestik seperti langkah pemerintah yang tidak akan menaikkan harga bahan bakar minyak, sehingga dapat mempengaruhi besaran inflasi. "Data inflasi awal bulan April adalah hal yang paling mengkhawatirkan. Karena jika inflasi di atas target pemerintah, maka kemungkinan akan terjadi kenaikan BI Rate," ungka Arief.Sentimen negatif saham perbankan di lantai bursa, menurut Arief lebih dikarenakan aksi profit taking yang dilakukan investor asing. Ia masih merekomendasikan saham perbankan untuk jangka panjang. Meski begitu Arief menyarankan investor membeli secara selektif saham perbankan."Investor sebaiknya selective buy bagi saham perbankan middle cap seperti BBTN, BJBR, dan BTN. Untuk saham perbankan blue chip seperti BMRI, BBNI, sebaiknya investor menunggu koreksi terlebih dahulu untuk beli," saran Arief.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Apa faktor yang menggoyahkan saham perbankan?
JAKARTA. Permasalahan dana talangan Siprus yang mengangkat lagi krisis Eropa telah menjadi katalis bagi pergerakan bursa global, termasuk Indeks Harga Shaam Gabungan (IHSG). Salah satu yang sensitif terhadap masalah keuangan dunia biasanya adalah saham perbankan. Namun analis mengatakan, pelemahan saham perbankan Indonesia bukan disebabkan oleh apa yang terjadi di Siprus.Analis perbankan OSO Securities Supriyadi mengungkapkan bahwa pengaruh bailout Siprus sedikit banyak memang berdampak sentimen negatif ke global market. Namun, tidak ada korelasi khusus antara bailout Siprus dengan saham perbankan di luar negara Eropa, seperti Asia dan khususnya Indonesia.Menurut Supriyadi, melemahnya saham-saham perbankan di Indonesia belakangan lebih akibat aksi profit taking setelah sham-saham itu melejit. "Saham perbankan Eropa mungkin terpukul, terutama bagi beberapa negara yang mempunyai investasi dana di Siprus. Tapi saham perbankan di Indonesia kemarin turun karena market jenuh , lantaran pertumbuhan saham perbankan memang fantastis," kata Supriyadi kepada KONTAN pada Minggu (24/3).Gerakan saham perbankan lebih memperhatikan faktor domestik, khususnya menyangkut proyeksi kenaikan inflasi. Ia memperkirakan inflasi bulan ini akan naik melebihi asumsi. "Investor jangan masuk dulu sekarang untuk membeli saham perbankan karena dikhawatirkan masih ada sentimen negatif. Pergerakan market juga masih sideways sehingga rawan profit taking," tuturnya. Namun, ia menyatakan saham perbankan tetap layak diburu untuk jangka panjang.Senada dengan Supriyadi, analis saham perbankan dari Mega Capital Indonesia Arief Fahruri, mengungkapkan, imbas dari Siprus lebih banyak berpengaruh kepada penurunan indeks secara eksternal dan bukan secara sektoral seperti perbankan. Bahkan menurut Arief, permasalahan Siprus tidak memiliki pengaruh yang besar terhadap Indonesia lantaran tidak ada perdagangan ekspor secara langsung yang besar ke Siprus.Karena itu menurut Arief, penurunan indeks di sektor perbankan lebih dikarenakan faktor domestik seperti langkah pemerintah yang tidak akan menaikkan harga bahan bakar minyak, sehingga dapat mempengaruhi besaran inflasi. "Data inflasi awal bulan April adalah hal yang paling mengkhawatirkan. Karena jika inflasi di atas target pemerintah, maka kemungkinan akan terjadi kenaikan BI Rate," ungka Arief.Sentimen negatif saham perbankan di lantai bursa, menurut Arief lebih dikarenakan aksi profit taking yang dilakukan investor asing. Ia masih merekomendasikan saham perbankan untuk jangka panjang. Meski begitu Arief menyarankan investor membeli secara selektif saham perbankan."Investor sebaiknya selective buy bagi saham perbankan middle cap seperti BBTN, BJBR, dan BTN. Untuk saham perbankan blue chip seperti BMRI, BBNI, sebaiknya investor menunggu koreksi terlebih dahulu untuk beli," saran Arief.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News