JAKARTA. Beberapa hari setelah pelantikan, Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti pulang kampung ke Pangandaran. Saat itu juga, terlihat sosok pengusaha nasional Tomy Winata hadir di antara tetamu. Kehadiran Tomy Winata ke Pangandaran hanya sebuah kebetulan? Mungkin belum banyak yang tahu, Susi Pudjiastuti dan Tomy Winata punya banyak kesamaan. Keduanya adalah pengusaha sukses yang benar-benar merangkak dari bawah. Kesamaan lainnya, Tomy dan Susi hanya lulus SMP. “Kontroversial”. Dan yang pasti, keduanya punya bisnis di sektor kelautan dan perikanan. Tomy Winata sebagai pengusaha memiliki portofolio bisnis yang sangat beragam. Di bawah naungan Grup Artha Graha, bisnis Tomy berserak mulai dari sektor keuangan, properti, agribisnis, hingga perikanan. Tomi juga memberi banyak inspirasi bagi pengusaha lain lewat kegiatan filantropis yang digagas melalui Artha Graha Peduli.
Selama ini Tomy dikenal cukup dekat dengan para pejabat, petinggi aparat keamanan, bahkan hingga Presiden. Sehingga, di manapun Tomy berada, dia selalu menjadi sorotan. Sementara itu, sosok Susi Pudjiastuti semenjak diberi amanah sebagai Menteri Kelautan dan Perikanan, terus menyedot perhatian publik. Keberhasilannya membangun bisnis cum memberdayakan masyarakat pesisir terus menjadi obrolan. Meski di sela-sela itu, obrolan juga diselingi dengan kebiasaannya Susi yang “nyleneh”. Dengan berbekal ijazah SMP, Susi berhasil mengembangkan bisnis aviasinya, yakni Susi Air. Karena itulah, Susi menjadi sosok yang sangat inspiratif. Maritim Timur Jaya Tomy Winata bergerak di bisnis perikanan dan kelautan melalui PT Maritim Timur Jaya (MTJ). Perusahaan yang berada di Tual, Maluku Tenggara itu didirikan pada 1995. Kemudian pada 2008, perusahaan ini mulai melakukan pembenahan. Seperti dikutip dari
Antara, berbagai fasilitas pengolahan ikan didirikan Tomy Winata di atas lahan seluas 9 hektar dari total luas lahan 160 hektar. Fasilitas yang dimaksud antara lain dermaga dengan panjang 330 meter dan lebar 13 meter dengan kedalaman 12-15 meter. Kawasan industri perikanan terpadu itu juga memiliki tiga tangki penampungan bahan bakar dengan kapasitas masing-masing 500 kiloliter. Selain untuk kapal, bahan bakar yang ada juga untuk memasok empat pembangkit listrik yang memiliki daya 1,2 Megawatt. Untuk menangani ikan-ikan yang diperoleh dari nelayan Tual dan sekitarnya, perusahaan ini memiliki unit pengolahan ikan berkapasitas 100 ton per hari dan tiga ruang penyimpanan ikan beku berkapasitas 300 ton, 500 ton dan 900 ton. Maritim Timur Jaya juga memiliki pabrik es berkapasitas produksi 200 ton, dimana produksi es tersebut dijual kepada nelayan dengan harga yang terjangkau. Sehingga, selain membeli ikan hasil tangkapan nelayan, MTJ juga memenuhi kebutuhan es balok nelayan untuk pengawetan ikan. MTJ memiliki pabrik surimi dan tepung ikan. Kawasan industri perikanan itu juga memproduksi dan menyediakan ikan beku, ikan kering, ikan asin, ikan asap dan ikan rebus. Perusahaan ini juga ikut memberdayakan masyarakat sekitar dengan membeli rumput laut kering dari masyarakat. Petani mendapatkan jaminan harga yang tak akan turun saat pasokan rumput laut melimpah. Di samping itu, MTJ bersedia membeli ikan tembang yang selama ini tidak dikonsumsi masyarakat dan tidak bisa dijual karena banyak tulangnya. Ikan-ikan tersebut selanjutnya diolah menjadi tepung ikan. "Kami pasti membeli semua ikan tangkapan hasil nelayan, berapa pun jumlah dan bagaimana pun kualitasnya. Jadi nelayan memiliki jaminan hasil tangkapannya pasti terjual," tutur Direktur PT MTJ Dipa Tamtelahitu. Namun, usaha MTJ menjalankan bisnis perikanan tak selalu mulus. Pada 2007 perusahaan ini sempat dikait-kaitkan dengan kasus pengumpulan dana non-bujeter oleh Departemen Kelautan yang saat itu dipimpin Rokhmin Dahuri. ASI Pujiastuti Marine Product Sementara itu, Susi Pudjiastuti melalui PT ASI Pujiastuti Marine Product juga berhasil mengembangkan bisnisnya, berbarengan dengan pemberdayaan masyarakat Pangandaran. Dia berani membeli ikan dari nelayan dengan harga tinggi, untuk kemudian dibawa langsung ke pembeli di luar negeri.
Karena permintaan dari luar negeri sangat besar, Susi bekerja keras dengan berkeliling Indonesia mencari sumber suplai lobster. Masalah pun timbul, problem justru karena stok sangat banyak, tetapi transportasi, terutama udara, sangat terbatas. Untuk itu, dia menggagas membeli pesawat guna mengangkut pasokan tersebut. Di sisi lain, langkah Susi yang berani membeli hasil tangkapan nelayan di Pangandaran dengan harga tinggi itu, berhasil membabat tengkulak yang selama ini merugikan nelayan. Tak dimungkiri, setiap pengusaha memang memiliki sisi-sisi yang terkadang kurang bisa diterima publik. Namun terlepas dari itu, langkah yang ditempuh Tomy Winata dan Susi Pudjiastuti setidaknya bisa menjadi acuan bagi pengusaha lain untuk segera ikut terjun memaksimalkan potensi kelautan Indonesia, tanpa harus mengesampingkan aspek sosial nelayan. (Bambang Priyo Jatmiko) Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Sanny Cicilia