KONTAN.CO.ID - Simak apa itu angka kemiskinan, pengertian, hingga pengukuran versi BPS dan Bank Dunia. Angka kemiskinan menjadi ukuran statistik yang menunjukkan persentase penduduk yang hidup di bawah garis kemiskinan dalam suatu wilayah dan periode tertentu. Dalam konteks Indonesia, angka ini menjadi indikator penting dalam menilai tingkat kesejahteraan masyarakat dan keberhasilan program pembangunan. Selain itu, pemerintah juga memiliki program pengentasan kemiskinan yang dilakukan oleh pemerintah.
Latar Belakang Pengukuran Angka Kemiskinan
Apa itu Angka Kemiskinan Menurut Bank Dunia dan BPS?
Perbedaan angka kemiskinan yang dirilis oleh Bank Dunia dan Badan Pusat Statistik (BPS) kerap menimbulkan pertanyaan di masyarakat karena tampak sangat jauh. Misalnya, Bank Dunia menyebut bahwa pada 2024 lebih dari 60,3% penduduk Indonesia hidup di bawah garis kemiskinan versi global. Sementara, BPS melaporkan angka kemiskinan nasional hanya 8,57%. Meskipun terlihat kontras, perbedaan ini tidak bertentangan, melainkan mencerminkan perbedaan tujuan pengukuran, pendekatan metodologis, dan standar garis kemiskinan yang digunakan masing-masing lembaga.1. Indikator dari Bank Dunia
Bank Dunia memiliki 3 pendekatan atau standar garis kemiskinan untuk memantau pengentasan kemiskinan secara global dan membandingkan tingkat kemiskinan antarnegara. Pertama, international poverty line untuk menghitung tingkat kemiskinan ekstrem (US$ 2,15 per kapita per hari), US$3,65 per kapita per hari untuk negara-negara berpendapatan menengah bawah (lower-middle income), dan US$ 6,85 per kapita per hari untuk negara-negara berpendapatan menengah atas (upper-middle income). Baca Juga: 6 Negara Eropa Paling Aman Dikunjungi Wisatawan, Angka Kriminalitas Rendah2. Indikator dari BPS
BPS mengukur kemiskinan di Indonesia dengan pendekatan kebutuhan dasar atau Cost of Basic Needs (CBN). Jumlah rupiah minimum yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan dasar ini dinyatakan dalam Garis Kemiskinan. Garis kemiskinan dihitung berdasarkan pengeluaran minimum untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan non-makanan. Komponen makanan didasarkan pada standar konsumsi minimal 2.100 kilokalori per orang per hari, disusun dari komoditas umum seperti beras, telur, tahu, tempe, minyak goreng, dan sayur, sesuai pola konsumsi rumah tangga Indonesia. Komponen non-makanan mencakup kebutuhan minimum untuk tempat tinggal, pendidikan, kesehatan, pakaian, dan transportasi. Pemahaman yang bijak terhadap konteks dan metode penghitungan sangat penting agar data tersebut tidak disalahartikan. Berikut ini rangkuman perbandingan Angka Kemiskinan menurut Bank Dunia dan BPS.| Aspek | Bank Dunia | BPS (Badan Pusat Statistik) |
|---|---|---|
| Tujuan | Perbandingan global antarnegara | Mengukur kondisi riil kemiskinan di Indonesia |
| Garis Kemiskinan | Berdasarkan standar internasional PPP: • US$2,15 (ekstrem) • US$3,65 (lower-middle income) • US$6,85 (upper-middle income) | Berdasarkan kebutuhan dasar (Cost of Basic Needs), yaitu pengeluaran minimum untuk makanan dan non-makanan |
| Nilai Acuan (2024) | US$6,85 PPP = Rp5.993,03 → setara dengan sekitar Rp1,23 juta/orang/bulan | Rp595.242/orang/bulan (nasional, Sept 2024) |
| Sumber Data | Estimasi berdasarkan median negara UMIC (upper-middle income country) | Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas), 2 kali setahun |
| Basis Pengukuran | Per individu | Per rumah tangga (karena konsumsi kolektif) |
| Hasil (2024) | 60,3% penduduk miskin (171,8 juta jiwa) | 8,57% penduduk miskin (24,06 juta jiwa) |
| Cakupan Konsumsi | Asumsi konsumsi minimum sesuai standar global | Konsumsi riil masyarakat Indonesia (beras, tahu, tempe, dll) |
| Konteks Wilayah | Tidak mempertimbangkan wilayah atau harga lokal | Spesifik per provinsi, kota/desa, sesuai pola konsumsi lokal |
| Kelebihan | Cocok untuk banding antarnegara | Mewakili kondisi sosial ekonomi aktual Indonesia |