Carbon Capture and Storage - JAKARTA. Kenali lebih jauh apa itu Carbon Capture and Storage dari sisi sejarah, fungsi, hingga penerapan. Dalam upaya mengatasi pencemaran lingkungan, banyak peran organisasi di dunia mengembangkan teknologi terkait emisi. Emisi merujuk pada pelepasan atau pembuangan zat atau substansi tertentu ke dalam lingkungan, khususnya ke atmosfer. Dalam konteks lingkungan dan perubahan iklim, istilah ini sering kali dikaitkan dengan emisi gas rumah kaca, seperti karbon dioksida (CO2), metana (CH2), nitrogen oksida (NOx), dan lainnya
Apa itu Carbon Capture dan Storage?
Sejarah perkembangan Carbon Capture dan Storage
Merangkum laporan IEAGHG, gagasan dasar tentang CCS, yang melibatkan penangkapan dan mencegah pelepasan CO2 ke atmosfer, pertama kali diajukan pada tahun 1977. Teknologi penangkapan CO2 sendiri telah digunakan sejak tahun 1920-an untuk memisahkan CO2 yang terkadang terdapat di dalam reservoir gas alam, terutama dalam pemisahan gas metana yang dapat dijual. Pada awal tahun 1970-an, sejumlah CO2 ditangkap menggunakan metode ini dari fasilitas pemrosesan gas di Texas, Amerika Serikat. CO2 yang tertangkap kemudian disalurkan ke ladang minyak terdekat dan disuntikkan untuk meningkatkan perolehan minyak. Proses ini, yang dikenal sebagai Enhanced Oil Recovery (EOR), telah terbukti sangat berhasil dan menghasilkan jutaan ton CO2. CO2 ini, baik yang berasal dari akumulasi alam di bebatuan bawah tanah maupun yang ditangkap dari fasilitas industri, kini secara rutin disalurkan dan disuntikkan ke ladang minyak di Amerika dan lokasi lainnya setiap tahunnya. Baca Juga: Dekarbonisasi Pembangkit, PLN Indonesia Power Ungkap Rencana Implementasi CCS Dengan berbagai peristiwa yang berlangsung begitu cepat, memperoleh gambaran yang jelas tentang jumlah proyek CCS yang sedang berjalan di seluruh dunia menjadi sangat sulit. Laporan National Grid, kini total jumlah proyek per tahun 2022, CCS sudah tersebar dalam 94 proyek berada di Amerika (80 di AS), 73 di Eropa (27 di Inggris), 21 di Asia-Pasifik, dan 6 di Timur Tengah. Kapasitas penangkapan CO2 di seluruh fasilitas CCS yang sedang dikembangkan tumbuh menjadi 244 juta ton per tahun pada tahun 2022. Sehingga, ini mengalami peningkatan yang mengesankan sebesar 44% sepanjang tahun. Setiap proyek CCS kini masih dikembangkan dan diawasi oleh Global CCS Institute.Perkembangan CCS di Indonesia
Rangkaian Carbon Capture dan Storage
Secara sederhana, berikut ini beberapa rangkaian carbon capture yang bisa Anda pahami. 1. Penangkapan (Capture) Proses penangkapan CO2 dilakukan pada sumber-sumber besar emisi, seperti pembangkit listrik tenaga batu bara atau pabrik industri. Teknologi ini dapat melibatkan metode fisik, kimia, atau biologi untuk menangkap CO2 sebelum dilepaskan ke udara. 2. Transportasi (Transport) CO2 yang ditangkap kemudian diangkut ke lokasi penyimpanan. Biasanya, CO2 diangkut dalam bentuk cair atau dalam pipa-pipa. 3. Penyimpanan (Storage) CO2 disimpan di dalam reservoir geologi, seperti formasi batuan bawah tanah, bekas ladang minyak, atau lapisan batubara yang tidak ekonomis. Tujuannya adalah agar CO2 tetap terisolasi dan tidak mencemari atmosfer.Penerapan CCS
Lalu, apa saja penerapan CCS yang bisa dikembangkan? Berikut ini beberapa contoh penerapan di negara lain.- Pembangkit Listrik: Pembangkit listrik tenaga batu bara atau gas memiliki potensi besar untuk menerapkan CCS guna mengurangi emisi CO2.
- Industri Berat: Pabrik-pabrik besar yang menghasilkan emisi signifikan, seperti pabrik semen atau industri kimia, dapat menerapkan CCS untuk mengurangi jejak karbon mereka.
- Pabrik Hidrogen: Proses produksi hidrogen dari bahan bakar fosil juga dapat menjadi kandidat untuk penerapan CCS, mengingat proses ini dapat menghasilkan emisi CO2 yang tinggi.
- Pabrik Bioenergi: CCS juga dapat digunakan dalam kombinasi dengan pembangkit listrik berbasis biomassa untuk mencapai emisi netral karbon.